Cast:
Jiyeon, Sehun, Krystal, Taeyong, Joy, Lay
Genre
AU, Drama, Friendship, Romance, School Life
Length:
Multichapter
Rating:
PG-13
Chap 1-4 are Kak Ica’s Own
Cover and Storyline from chap 5 belong to me.
Sorry for typos, leave your comment after read it!
happy reading
*****
Suasana tegang melingkupi ruangan tempat pasa siswa Black Class berkumpul. Tak ada seorang pun yang menunjukkan ekspresi senang. Bagaimana mereka bisa merasakan kesenangan jika kelas mereka mendapatkan petisi diskualifikasi dari Kepala Sekolah mereka, Lee Kang Chul.
Wajah lesu dan tak bersemangat terus terpampang hingga jam pelajaran untuk hari ini usai. Ruangan begitu hening. Setiap siswa memikirkan cara untuk keluar dari masalah ini. Mereka belum tahu apa yang bisa dilakukan untuk membatalkan diskualifikasi itu. Kang Chul memang keterlaluan.
“Kenapa kita selalu mengalami kesulitan seperti ini?” keluh Joy yang tak sanggup lagi berpikir jernih. Ia bahkan tak bisa menemukan ide untuk mengatasi masalah kelas mereka.
“Apakah Showcase itu harus kita lakukan?” tanya Jiyeon polos yang langsung mendapat tatapan membunuh dari teman-temannya.
Taeyong tidak dapat menahan kekesalannya pada Kang Chul, sang kepala sekolah yang selalu memikirkan kepentingannya sendiri. “Maafkan aku,” ucapnya pada seluruh penghuni Black class.
“Memangnya apa salahmu?” tanya Lay yang duduk menyendiri di sudut ruangan.
“Ini bukan saatnya untuk menyalahkan diri kalian. Kita harus bangkit. Bagaimana kalau beberapa orang diantara kita bicara serius dengan kepala sekolah Yang?” Jaebum angkat bicara.
“Kita harus bicara dengan Jin Man saem dulu. Jangan sampai tindakan bodoh kita malah membuat lubang semakin dalam,” ujar Jiyeon.
“Eoh, aku setuju. Kita bicara dulu dengan Kang Chul saem,” kata Taeyong yang menyetujui usul Jiyeon.
“Apa yang sedang kalian diskusikan? Sudah waktunya pulang, kenapa masih ada di sini?” Tiba-tiba Jin Man muncul di depan pintu seperti hantu yang muncul mendadak tanpa diundang.
“Oh my God!” seru Joy kaget.
Hal serupa juga terjadi pada siswa yang lainnya.
“Aku kira tadi hantu,” lirih Taeyong.
Kang Chul berjalan masuk ke dalam ruangan dan menatap setiap siswa dengan seksama. “Yaak! Park Jiyeon, apakah mataku yang rusak atau memang badanmu yang terlihat lebih kurus?” tanya Kang Chul saat menatap Jiyeon.
“Nde? Ooh, i, itu… ya, memang berat badanku sudah berkurang cukup banyak, Saem,” jawab Jiyeon dengan ragu.
“Mwo?” seru seluruh siswa serempak.
Joy, selaku tutor diet Jiyeon merasa bangga karena akhirnya ada yang mengatakan Jiyeon terlihat lebih kurus dari beberapa hari sebelumnya.
“Park Jiyeon! Kau sedang diet?” tanya Jaebum polos.
Wajah Jiyeon merah seketika. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan itu di depan banyak orang?
“Yaak! Jaebum-a! Pertanyaanmu sama sekali tidak bermutu,” ketus Joy yang tidak ingin Jiyeon malu karena mendapat pertanyaan konyol yang memang seharusnya tidak dilontarkan oleh Jaebum.
“Jika benar kau sedang diet, aku sangat mendukung programmu itu,” kata Lay.
Semua siswa mengalihkan pandangan mereka pada Lay.
“Aku sependapat dengan Yixing,” ucap Jin Man.
Pandangan para siswa pun beralih dari Lay ke arah Kang Chul yang berdiri di tengah-tengah deretan bangku. Sedangkan Lay malah menepuk dahinya karena Kang Chul masih memanggilnya Yixing, bukannya Lay.
“Setiap siswa harus mempunyai sesuatu yang bisa ditunjukkan,” ucap Jin Man untuk menyemangati siswa-siswanya.
Tak ada yang berkomentar atau bertanya tentang pendapat Jin Man. Semua mengunci mulut rapat-rapat.
“Kenapa tak ada pertanyaan ataupun komentar? Kalian paham atau tidak?” tanya Jin Man yang telah menyadari bahwa tak ada respon dari para siswa. Ia takut jika siswanya tidak memgerti atas apa yang baru saja ia katakan.
“Apakah maksud saem, kita harus menunjukkan spesialisasi diri sesuai dengan bakat dan kemampuan?” tanya Jiyeon.
Jin Man tersenyum. Akhirnya ada yang merespon juga. “Ya, benar. Siapa yang berbakat dalam dance, bisa menunjukkan kemampuan dance-nya. Begitu juga untuk bernyanyi, bermain musik, dan yang lainnya.”
Suasana ruangan yang semula hening berubah menjadi gaduh.
“Saem, kalau begitu aku harus menunjukkan kemampuan baletku?” tanya Joy yang bingung apa yang akan dia tunjukkan.
“Ah, saem! Aku mau tanya. Kami akan tampil di mana? Untuk apa? Dan… siapa yang akan melihat penampilan kami?” Taeyong menambah pusing kepala Yang Jin Man dengan pertanyaan-pertanyaannya.
Jin Man mengusap kepala dan mengacak rambutnya. Sebenarnya dia tidak sanggup memikirkan hal ini sendirian. Tapi apa boleh buat. Semua berawal dari ide gilanya yang ingin mencari siswa berbakat seperti yang telah dia lakukan dulu.
“Baiklah, sekarang cepat katakan kemampuan kalian masing-masing! Ah, perlu kalian tahu, setiap siswa harus bisa nge-dance. Tak ada seorang pun yang tidak bisa melakukannya. Araseo?”
“Mwoya?” Jiyeon melongo. Program diet harus dijalankan ekstra ekstra dan ekstra ketat. Jiyeon dan Joy saling bertatap muka. “Kau tahu apa yang sedang ku pikirkan?” tanya Jiyeon pada Joy.
Joy mengangguk. “Eoh, aku tahu. Mari kita lakukan sesegera mungkin.”
Jiyeon membalasnya dengan anggukan mantab.
“Baiklah, dengarkan rencanaku!” Suara Jin Man terdengar serius. Seluruh siswa Black Class pun menutup mulut mereka dan menguncinya rapat-rapat.
“Pertama, kalian harusa tampil duet. Besok aku umumkan pairingnya.”
“Saem, kenapa harus saem yang mencari pairing? Kenapa bukan kami sendiri?” tanya Taeyong.
Jin Man kembali mengacak rambutnya setiap kali Taeyong bertanya. “Eoh, baiklah. Kalian tentukan sendiri! Sekarang dengarkan apa yang harus klian lakukan! Siswa yang jago dance, harus sering latihan bersama atau mandiri. Siswa yang memiliki suara indah, harus berlatih bersama untuk mengoreksi kesalahan nada dan teknik bernyanyi kalian. Nah, untuk guru pendamping kalian saat latihan nanti, aku akan menghubungi beberapa guru yang bersedia membantu.”
“Aku bersedia, Yang Jin Man-ssi,” sahut Yoon Eun Hye yang tiba-tiba menampakkan diri di depan pintu.
“Ya ampun! Aku hampir mati karena serangan jantung!” seru Jin Man kaget.
Eun Hye menahan tawa, begitu juga dengan para siswa.
“Aku akan mendampingi mereka baik saat latihan dance maupun latihan vokal.” Eun Hye menawarkan diri untuk mendampingi siswa Black Class.
“K, kenapa kau mau melakukannya?” tanya Jin Man sedikit gugup karena tak percaya bahwa Eun Hye begitu baik pada mereka.
“Bukankah dari awal sudah ku katakan bahwa aku akan membantumu mencetak generasi idol yang berkualitas? Aku dan Narsha akan membantumu mendampingi mereka. Kau tidak perlu cemas,” kata Eun Hye santai.
Jin Man tersenyum. Apa yang dikatakan oleh Eun Hye memang benar. Selama masih ada orang-orang yang bersedia membantunya, Jin Man tidak perlu khawatir kalau para siswanya akan tersisih.
…
Matahari masih enggan kembali ke peraduan di ufuk barat. Sore ini, sesuai jadwal yang sudah disusun bersama dengan Joy, Jiyeon akan melakukan olahraga yang sudah menjadi kegiatan rutinan untuk dirinya dan Joy. Godaan untuk tidak melakukan sesutu yang baik memang selalu bersarang di pikiran dan hati manusia. Hal itulah yang menyerang Jiyeon. Dia dan Joy sudah berpakaian rapi. Kostum olahraga yang mereka pakai memiliki warna yang senada, yaitu warna merah.
“Yaak! Ayo cepatlah!” teriak Joy yang sudah tak sabar ingin berlari mengelilingi lapangan sekolah bersama Jiyeon. Keinginan yang menggebu-gebu tersebut harus ternoda gara-gara Jiyeon yang tidak ingin menggerakkan tubuhnya sedikit saja dari tempat tidur.
Joy telah berusaha menarik tangan Jiyeon agar gadis gemuk itu segera bangkit dan mengikuti langkahnya menuju lapangan sekolah.
“Aku ngantuk sekali, Joy. Besok saja kita lari mengelilingi lapangan sebanyak mungkin.” Jiyeon masih berpelukan erat dengan bantal kesayangannya.
“Iiish! Kau memang pemalas sejati!” seru Joy kesal. “Terserahlah! Jika kau tidak bisa ikut showcase, itu karena salahmu sendiri.” Joy melangkah keluar dari kamar.
Braakk!
Pintu kamar setengah dibanting oleh Joy hingga meninggalkan rasa kaget yang dirasakan oleh Jiyeon.
“Ada apa dengan gadis itu?” gumam Jiyeon seraya bangkit dari posisi tidur yang memeluk bantal kesayangannya.
Cekleeek!
Jiyeon membuka pintu yang ditutup kasar oleh Joy tadi. Dia berniat menyusul Joy dan meminta penjelasan tentang sesuatu yang membuat gadis itu membanting pintu kamar mereka.
“Park Joy!” seru Jiyeon yang berusaha berlari mengejar Joy. Punggung gadis bermarga Park yang lihai dalam tari balet itu sudah tak nampak lagi. Jiyeon berlari dengan nafas terengah-engah karena kondisi badannya yang gemuk membuatnya cepat lelah. “Aku benci badan gemuk!” pekiknya saat menghentikan langkah untuk istirahat sejenak dan mengatur nafas.
“Hei Gendut! Apa yang sedang kau lakukan di sini?”
Jiyeon mendengar suara seorang gadis yang menyebutnya gendut. Dia spontan menoleh ke arah gadis itu.
“Maksudmu aku?” tanya Jiyeon polos.
“Siap lagi kalau bukan dirimu?” ejek Krystal yang berdiri angkuh di samping Jiyeon. “Di sekolah ini hanya ada satu orang siswa yang berbadan gendut, yaitu kau, Park Jiyeon.”
Jiyeon geram melihat sikap angkuh Krystal yang tiada ampun. “Gurae, aku memang gendut dan jelek, tak ada apa-apanya jika dibandingkan denganmu. Sudah puas, eoh? Itu kan yang kau mau?” Tak banyak kata lagi yang keluar dari mulut Jiyeon. Dia langsung mengambil langkah untuk menjauh dari gadis angkuh bernama Jung Krystal itu.
…
“Dia benar-benar mengesalkan! Niatku baik. Tapi dia sungguh tidak menyadari hal itu. Aaaakh! Menyebalkan!” teriak Joy saat dirinya telah sampai di ruang latihan dance. Joy menendang dinding ruang latihan hingga ia sendiri merasakan linu di kakinya.
“Yaaak! Jangan menendang dinding sembarangan!”
Joy mendelik kesal. Kekesalannya bertambah saat melihat siapa yang mengatakan kalimat menyebalkan tadi. “Apa urusannya denganmu, eoh?” Joy pun terpancing emosi.
Sehun mendekati Joy dengan langkah perlahan. Peluh yang menetes di pelipisnya membuat pria itu terlihat lebih cool. “Kalau kau ingin mengungkapkan kekesalan, bukan di sini tempatnya. Tempat ini digunakan untuk latihan.”
Apa yang dikatakan oleh Sehun memang benar. Bodohnya Joy.
“Aku memang ingin latihan. Memangnya kenapa? Tidak boleh?” Joy selalu bicara sewot pada Sehun yang sudah dicap sebagai ‘Orang yang Menyebalkan’.
Sehun menarik nafas panjang. “Gurae, aku tantang dirimu. Ayo battle dance denganku.”
“Mwo?”
…
Jiyeon berjalan gontai mencari Joy yang tak karuan ke mana perginya. Dia lelah dan dan bertenaga berlari ke sana kemari namun tak kunjung menemukan sahabat barunya itu.
Sore berganti malam. Jiyeon tetap mencari Joy sampai di sekolah. Dia berjalan menuju lapangan basket, tempat Joy bermain basket bersama Lay. Ketika sampai di lapangan basket, Jiyeon hanya melihat Lay yang tengah asyik bermain basket seorang diri.
“Lay-ssi! Kau lihat Joy?” tanya Jiyeon yang memutuskan untuk menghampiri Lay.
Lay menghentikan aktifitasnya bergelut dengan bola basket yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil. “Jangan memanggilku seformal itu!” Lay menatap Jiyeon. “Park Joy? Anhi, aku tidak melihatnya. Sedari tadi aku hanya bermain sendiri. Memangnya ada apa?”
Jiyeon duduk di sembarang tempat di atas lantai basket. “Kalau kau tidak ingin dipanggil dengan sebutan itu, lalu aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?”
“Panggil saja Lay.”
“Lay? Ah, tidak enak didengar.”
“Yaak! Apa maksudmu tidak enak didengar? Sembarangan,” gerutu Lay.
“Siapa nama aslimu?” tanya Jiyeon.
“Zhang Yixing. Kenapa? Ada masalah?”
“Kenapa kau sewot begitu? Tidak ada masalah. Gurae, aku akan memanggilmu dengan nama Yixing saja. Aku rasa nama Lay sedikit aneh. Bagaimana kalau seperti itu, Yixing-a?”
Lay tidak habis pikir bisa bertemu orang seaneh Jiyeon. Menurutnya, siswa SMA Kirin yang sekarang ini sedikit aneh dibandingkan dengan siswa-siswa tahun sebelumnya yang telah sukses menjadi bintang. “Terserah.”
“Hmmm… kau mau mengajariku basket?” tanya Jiyeon untuk kesekian kalinya.
Lay sedikit kesal pada gadis berbadan gemuk yang bertanya terus menerus. “Kau bisa memintanya pada Joy. Aku sibuk.”
.jiyeon memanyunkan bibirnya. Dia bangkit dari duduknya, membersihkan celana di bagian bokong yang terkena debu karena duduk di lantai lapangan basket. “Gurae, terimakasih atas infonya.” Jiyeon berlalu begitu saja meninggalkan Lay.
…
Joy menerima tantangan Sehun untuk melakukan battle dance dengannya. Kedua orang itu memiliki basic dance yang berbeda. Joy memiliki basic balet sedangkan Sehun memiliki basic Hiphop dance. Setelah 10 menit melakukan battle dance, keduanya beriatirahat dengan duduk bersandar pada dinding ruang latihan. Nafas yang terengah-engah dan peluh yang belum berhenti menetes menjadi saksi keletihan mereka berdua.
“Dance-mu cukup bagus,” puji Sehun pada Joy yang memejamkan matanya dan menghela nafas panjang.
“Jangan mengejekku. Apa gunanya dance bagus kalau kami tidak diizinkan ikut Showcase,” ketus Joy yang masih memejamkan kedua manik matanya.
Sehun terkejut mendengar pernyataan Joy. “Apa maksud kata-katamu itu?”
Joy membuka matanya. “Kata-kata yang mana?” tanyanya polos.
“Kau bilang kalian tidak diizinkan ikut Showcase.”
Sehun telah menyelesaikan kalimatnya. Seketika itu ekspresi Joy berubah murung dan menyebabkan Sehun penasaran dengan yang terjadi pada Black Class akhir-akhir ini.
“Yaak! Jelaskan padaku! Apa maksudmu itu?” Sehun menuntut penjelasan pada Joy.
“Baiklah, akan aku beberkan semuanya agar keburukan Lee Kang Chul tidak hanya dilihat oleh Black Class. Dengarkan baik-baik! Kepala sekolah Lee Kang Chul tidak mengizinkam kami ikut dalam acara Showcase pertama tahun ajaran sekarang karena dia mendengar kata-kata ejekan dari mulut Taeyong. Sudah puas?” Joy berlagak sewot pada Sehun.
Sehun duduk di sebelah Joy, bersandar pada dinding ruang latihan dan menyelonjorkan kedua kakinya. “Benarkah? Aku tidak menyangka kalau Kepala Sekolah setega itu.”
“Mungkin bagimu kepala sekolah itu orang yang harus diagungkan. Tapi menurut kami, hal itu tidak boleh dilakukan. Bagaimana bisa seseorang yang telah mencapai usia tua masih bertingkah layaknya anak kecil? Jika dipikir secara logika, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah Lee sangat tidak wajar. Karena alasan yang tak masuk akal bisa membuat beberapa orang kehilangan impian dan cita-cita,” ungkap Joy dengan penuh kekesalan.
Sehun diam dan menyimak apa yang telah dibeberkan oleh Joy. “Aku lihat kau benar-benar serius mengungkapkannya.”
“Yaak! Bagaimana aku tidak serius jika kelasku tidak diizinkan ikut Showcase? Bayangkan saja jika kau merupakan salah satu dari kami. Ah, kau tidak akan bisa memahaminya. Orang sepertimu tidak akan pernah merasakan bagaimana sakitnya disisihkan seperti ini.” Joy meluapkan semua kekesalannya pada Sehun yang tak tahu apa-apa. “Aku telah menyerah pada mimpiku sebagai seorang balerina. Aku yakin kemampuanku menari balet akan menghantarkanku menjadi seorang idol seperti yang aku impikan. Tapi jika di langkah awal sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Bukan hanya aku, Jiyeon, Lay, Taeyong, dan semua yang masuk dalam Black Class tidak akan memiliki kesempatan yang sama dengan kelasmu.” Joy tak sanggup menahan airmata yang sedari tadi ingin menyeruak keluar dari sudut matanya yang indah itu.
“Park Joy… bersabarlah! Kau dan teman-temanmu pasti akan diizinkan ikut Showcase.” Sehun berusaha menghibur Joy yang telah dilanda putus asa.
“Bagaimana caranya? Katakan padaku bagaimana caranya agar kami bisa ikut Showcase!”
Dahi Sehun berkerut. Dia berpikir keras untuk menemukan cara agar Black Class dapat mengikuti Showcase yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
“Kami tak mungkin bisa latihan dengan maksimal. Ruang latihan diblokir oleh kepala sekolah,” lirih Joy dalam keputus asaan.
“Yaak! Kau ingat apa yang pernah dialami oleh Go Hyemi, Kim Pil Suk dan siswa lain yang satu kelas dengan mereka? Mereka tidak dapat mengikuti Showcase yang sesungguhnya namun akhirnya mereka mengadakan Showcase dengan usaha sendiri. Mereka tidak dapat berlatih di ruang latihan karena diblokir dan akhirnya mereka latihan di gudang, tempat Jin Guk dan gengnya berkumpul. Kalian bisa mengikuti jejak mereka,” usul Sehun dengan ekspresi sumringah. Namun tak disambut sumringah oleh Joy. Dia tetap menekuk wajahnya meski airmata sudah tak menetes lagi dari kedua manik matanya.
“Bisakah kau beri ide yang lainnya? Apakah sejarah harus terulang lagi?”
Sehun bingung. Apa yang harus ia katakan pada Joy? Saat ini tak ada satu pun ide yang muncul dalam otaknya. Tidak seperti bisasanya, Sehun yang biasanya memiliki banyak ide gila, kini tak ada ide yang dapat ia sampaikan padaa Joy.
“Joy!” panggil seseorang dari arah pintu masuk ruang latihan.
Joy dan Sehun menoleg ke arah orang itu. Ya, Jiyeon berdiri tepat di depan pintu masuk yang telah tertutup.
“Jiyeon-a…” lirih Joy terkejut melihat Jiyeon membungkukkan badannya dengan nafas ngos-ngosan.
“Selamat! Kau telah membuatku ngos-ngosan dalam waktu yang cukup lama. Aku mencarimu ke mana-mana tapi kau tidak ada. Rupanya kau ada di sini,” terang Jiyeon masih terengah-engah. Ia mengedarkan pandangan ke segala sudut ruangan. “Kau latihan di tempat ini?” pekik Jiyeon yang baru menyadari bahwa dirinya sedang berada di ruang latihan koreografi.
Joy mengangguk. “Memangnya kenapa?”
“Bukankah kepala sekolah sudah memblokir tempat ini untuk kelas kita?”
“Mwoya?” Terdengar suara Sehun yang ingin ikut nimbrung dalam percakapan kedua gadis di depannya itu.
Jiyeon dan Joy terdiam.
“Itulah kebenarannya,” lirih Jiyeon yang tiba-tiba memasang tampang menyedihkan.
“Aku punya ide,” kata Sehun yang sukses membuat Jiyeon dan Joy membulatkan mata mereka.
“Mwoya? Katakan padaku!” Jiyeon ingin sekali mendengar ide yang akan diberikan oleh Sehun.
“Aku tidak yakin kau akan membantu kami.”
“Joy-a, dengarkan dia dulu,” bujuk Jiyeon.
Joy menurut. Akhirnya dia dan Jiyeon mendengar ide yang diberikan oleh Sehun untuk membantu Black Class latihan di tempat yang memang selayaknya mereka dapatkan. Sehun bicara dengan berbisik agar tak ada orang lain yang dapat mendengar suaranya karena hal yang ia sampaikan merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan siswa Black Class.
“Kau yakin mereka akan membiarkannya?” tanya Joy yang merasa tak yakin kalau ide Sehun itu akan berhasil.
“Apa salahnya kalau kita coba?” sahut Jiyeon dengan penuh keyakinan kalau ide itu akan berhasil, berbeda dengan Joy.
“Eoh, dia benar. Kalian harus mencobanya. Hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membantu kalian.” Sehun menatap Jiyeon dan Joy bergantian.
Joy mengangguk kecil. “Baiklah, semoga berhasil.”
…
Kriiiiing!!
Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa berhambur menuju ruang kelas mereka masing-masing. Hari ini pada jam pertama, Black Class akan menerima pelajaran Bahasa Inggris, yaitu pelajaran yang tidak begitu berkaitan dengan musik. Beberapa siswa telah memprotes kurikulum yang diterapkan oleh pihak sekolah, termasuk pemberian pelajaran yang tidak menyangkut dunia musik. Namun pihak sekolah bisa menyangkalnya dengan mengatakan bahwa semua pelajaran yang mereka terima sudah teruji dan terbukti dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam bermusik, tari, dan tarik suara.
Tap tap tap!
Suara sepatu Narsha memenuhi ruang dengar para siswa Black Class yang telah duduk berjajar di atas bangku masing-masing. Mereka tampak tidak bersemangat menerima pelajaran hari ini.
“Good morning, Students!” sapa Narsha pada seluruh siswa
“Morning,” sapa para siswa dengan lesu.
Narsha berusaha mengumbar senyumnya agar para siswa yang duduk di depannya juga dapat menunjukkan senyum mereka. Namun sayangnya apa yang ia lakukan di depan siswanya sama sekali tak mendapat perhatian. “Ada apa dengan kalian?” tanya Narsha dengan menatap siswanya satu per satu.
Tak ada jawaban yang masuk di telinga Narsha.
Taeyong mengangkat tangannya seakan ia ingin bertanya.
“Lee Taeyong, kau ingin bertanya?” tanya Narsha.
Taeyong bergeming sejenak sebelum mengatakan sesuatu pada Narsha.
“Saem, bisakah Anda bujuk kepala sekolah untuk menarik kembali ucapannya dan mencabut keputusannya terkait Showcase untuk kelas kami?”
Narsha mengerutkan dahi. “Mm, masalah itu… aku belum dapat memastikan apakah bisa membujuk kepala sekolah atau tidak. Sebenarnya kalian bisa membujuknya sendiri.
“Bagaimana caranya? Apakah kami harus berlatih tanpa mengenal istirahat?” tanya Joy ketus.
“Yaak! Jaga ucapanmu!” lirih Jiyeon seraya menyenggol siku milik Joy.
“Benar. Kalian harus latihan intensif. Tunjukkan pada kepala sekolah kalau kemampuan kalian itu sama dengan White Class dan kalian juga berhak mendapat kesempatan yang sama dengan mereka.”
“Saem, bagaimana kami bisa latihan jika kepala sekolah memblokir semua ruang latihan?” tanya Taeyong lagi.
Pertanyaan Taeyong merupakan pertanyaan yang cukup sulit dijawab. Narsha belum dapat menemukan jawaban yang pas untuk pertanyaan itu..
“Aku tahu cara untuk mendapatkan fasilitas itu,” ungkap Jiyeon.
Semua mata tertuju pada Jiyeon. Dengan penuh percaya diri, Jiyeon tersenyum pada seluruh temannya di Black Class.
“Kau benar-benar akan melakukannya? Bagaimana jika White Class tidak terima?” bisik Joy pada Jiyeon.
“Hal itu bisa kau pikirkan belakangan,” jawab Jiyeon santai.
…
Jam istirahat tiba. Seketika itu, Jiyeon langsung berhambur keluar kelas. Entah apa yang akan dilakukan oleh gadis itu.
“Apa yang akan dia lakukan?” tanya Taeyong pada Joy yang baru selesai memberesi buku-bukunya.
“Entahlah. Ayo kita lihat!” Joy beranjak dari bangkunya, disusul Taeyong yang berlari di belakangnya.
Joy dan Taeyong berlari menyusul Jiyeon yang telah melewati lorong menuju ruang latihan koreografi. Dia begitu percaya diri melewati lorong yang hanya diperuntukkan bagi siswa White Class.
“OMG! Jangan-jangan dia…” Joy harus dapat menahan Jiyeon yang ingin menerobos masuk ke dalam ruang latihan siswa White Class. “Cepatlah! Sebelum Perang Dunia 3 dimulai!” serunya pada Taeyong yang mencoba mengimbangi kecepatan lari gadis bermarga Park itu.
Cekleek!
Jiyeon berhasil sampai di depan ruang latihan dan langsung membuka knop pintu yang ternyata tidak dikunci. Tubuh besarnya masuk melalui pintu yang lebarnya sama dengan lebar tubuhnya. Semua mata pun tertuju pada tubuh besar itu.
Kim Jaejoong, guru koreografi yang baru, takjub melihat gadis gendut masuk ke dalam ruang latihan itu. Dia tak menyangka bahwa Kirin Art School yang sudah terkenal dengan siswa berbakatnya itu memiliki seorang siswi berbadan gemuk seperti Jiyeon.
“Yaak! Kim Pilsuk 2! Sedang apa kau di sini?” seru Krystal dengan merendahkan.
Jiyeon tak ingin adu mulut atau berkelahi dengan gadis sombong itu. Bukan itu tujuannya mendatangi White Class.
“White Class! Siapa ketua kelas kalian?” tanya Jiyeon dengan tatapan mata serius.
Semua terdiam hingga akhirnya beberapa orang diantara siswa White Class menunjuk Sehun sebagai ketua kelas mereka.
Sehun hanya bisa menoleh kanan-kiri melihat sekelilingnya. “Kenapa aku?”
“Sehun-ssi, bisakah kita bicara empat mata?”
“Jangan bicara empat mata dengan siswa White Class!” Suara Krystal terdengar lagi.
“Kajja!” ucap Sehun pelan.
Jiyeon pun mengikuti langkah kaki Sehun yang tertuju pada sebuah ruang musik kosong tak jauh dari ruang kelasnya tadi.
“Bicaralah!” perintah Sehun pada Jiyeon. Ia bersandar pada dinding ruangan dan menunggu gadis gendut yang berdiri di sebelah pintu itu membuka mulutnya dan mengatakan beberapa patah kata.
“Aku mendatangi kelasmu untuk membicarakan ide yang kau katakan semalam,” terang Jiyeon.
Sehun melirik Jiyeon lalu mengalihkan pandangan matanya pada sebuah piano yang tengah duduk manis di depannya. “Kenapa terburu-buru?”
“Yaak! Apa maksudmu? Tentu saja harus terburu-buru. Showcase semakin dekat. Kau pikir kami adalah mesin yang harus melakukan ini itu setiap hari tanpa mengenal lelah. Jika waktu semakin mendesah, kami tidak dapat menyelesaikan latihan dengan maksimal. Atau… itu yang kalian inginkan? Kalian menginginkan kelas kami hancur, bukan?”
Sehun mulai terpancing emosi. Laki-laki itu tergolong orang yang belum dapat mengontrol emosinya sendiri dengan baik alias masih labil. “Kenapa kau selalu berpikir hal buruk pada kelasku? Kau kira pemisahan kelas adalah rencana kami selaku White Class? Jangan berspekulasi seenakmu saja. Aku juga tidak menyukai pemisahan kelas ini,” tukas Sehun yang ingin sekali menjelaskan pada Jiyeon bahwa sebenarnya dirinya juga tidak menginginkan pemisahan kelas berdasarkan kemampuan dan mungkin kepopuleran.
“Kalau begitu, bantulah kelasku. Aku mohon, Sehun-ssi,” lirih Jiyeon dnegan kepala tertunduk.
Sehun merasakan hatinya bergetar mendengar permintaan Jiyeon yang ia keluarkan dari dalam lubuk hati yang terdalam.
“Aku mohon, tolonglah kelasku. Jika kau tidak ingin menolongku, setidaknya tolonglah teman-temanku. Hanya itu yang aku inginkan. Jangan sampai mereka putus asa dan tak ada yang memandang kemampuan mereka.” Jiyeon hampir menangis mengatakan sesuatu yang ia pikir begitu memalukan untuk diucapkan sebagai seorang wanita.
Joy dan Taeyong mengintip Sehun dan Jiyeon dari luar ruangan. Mereka meneteskan airmata haru melihat pengorbanan Jiyeon.
“Aku tidak menyangka kalau Jiyeon akan melakukan hal itu. Dia mempermalukan dirinya sendiri,” bisik Joy pada Taeyong yang berusaha menahan tangisnya.
Sehun masih belum memberikan respon. Di hanya tidak ingin termakan bujuk rayu siapapun. Membantu Black Class mendapatkan fasilitas yang sama dengan White Class bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah. Ia harus mempertaruhkan statusnya di sekolah Kirin. Jika suatu hari nanti dia ketahuan membantu Black Class, entah apa yang akan terjadi padanya. Sehun melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kelas Kim Jaejoong hanya karena meladeni gadis gendut seperti Jiyeon.
“Sehun-ssi…” lirih Jiyeon.
“Baiklah, aku akan membantu kalian. Tapi… aku punya satu syarat yang harus kau penuhi. Aku akan memberikan bantuan sedikit di awal. Jika kau berhasil memenuhi syarat yang ku ajukan, aku akan membantu kalian sepenuhnya dan aku jamin kalian bisa ikut Showcase.”
“Benarkah?” Jiyeon tak percaya kalau Sehun akan menolong kelasnya. “Baiklah, aku akan melakukan apapun yang kau ajukan sebagai syaratnya.”
Sehun menyunggingkan senyum tipisnya. “Baguslah. Sekarang dengarkan baik-baik.”
Jiyeon memasang kedua telinganya untuk mendengarkan penjelasan Sehun.
“Kecilkan tubuhmu. Ketika kau sudah dapat melakukannya, aku akan menepati janjiku. Bagaimana?”
Dahi Jiyeon berkerut. “Apa hubungannya tubuhku dengan teman-temanku?”
“Yaak! Rupanya kau belum paham ya. Kau bisa menghancurkan Showcase teman-temanmu jika tubuhmu sebesar ini. Sekarang aku akan bertanya padamu. Apakah kau bisa menari sebaik Joy? Apakah kau bisa bergerak bebas dan lincah seperti Krystal? Apakah kau bisa…”
“Aku bisa. Aku akan melakukannya. Yang perlu kau lakukan adalah menepati janjimu tadi, Oh Sehun. Saat aku sudah mengecilkan tubuhku, aku akan mendatangimu dan menagih janjimu itu.”
Sehun tersenyum senang. “Bagus, bagus sekali. Aku suka semangatmu itu, Park Jiyeon. Aku tunggu perubahanmu.” Sehun menjejakkan kakinya menuju pintu dan dalam hitungan detik, dia sudah duduk kembali di atas bangkunya, menyimak penjelasan Jaejoong.
…
Joy dan Jiyeon berjalan ke arah asrama putri. Mereka berdua terdiam membisu dan asyik dalam pikiran mereka masing-masing.
‘Apakah aku bisa melakukannya?’ tanya Jiyeon dalam hati. ‘Bagaimana jika aku mengecewakan teman-temanku? Aku akan merasa lebih buruk daripada saat ini.’
“Park Jiyeon! Berhenti sebentar!”
Sontak, Jiyeon dan Joy menghentikan langkah kaki mereka lalu memutar badan mereka.
Kedua manik mata Jiyeon dan Joy terbelalak saat melihat sosok idol yang mereka puja tengah berdiri di depan mereka berdua. Senyum terkembang di wajah cantik kedua gadis itu.
Tbc