Taeyong mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Teman-temannya sudah terlanjur penasaran. Jadi, dia harus mengatakan ide brilliant yang masih disimpannya.
“Kau terlalu lama,” gerutu Joy yang menyangga kepalanya dengan tangan kanan di atas meja.
Taeyong masih saja tersenyum senang. “Ah, ideku adalah… bagaimana kalau kita mengajak Henry Lau untuk menjadi guru musik kita?”
“Mwo? Henry Lau? Menagajak katamu? Kau pikir kita sedang main petak umpet?” Lagi-lagi Joy buka suara untuk meremehkan pendapat Taeyong.
“Yaaak! Gadis sombong! Seenaknya saja kau membuka mulutmu dan berkata tidak sopan seperti itu. Kau pikir seorang penyanyi terkenal seperti Henry Lau adalah penyanyi murahan? Suaranya cetar membahana dan dia pandai bermain alat musik, siapa yang tidak kagum melihat penampilan Henry?” Taeyong tidak terima jika idenya ini dianggap gila atau malah diremehkan.
“Sudahlah, jangan bertengkar! Kalian sudah SMA, bukan anak SD lagi. Siapa yang punya pendapat lagi?” tanya Jin Man menengahibpertengkaran kedua orang hagsaengnya.
“Seonsaengnim!” Jiyeon angkat tangan.
“Eoh, Park Jiyeon! Apa pendapatmu?” tanya Jin Man santai seperti di pantai.
“A, aku tidak punya pendapat. Aku hanya sepakat dengan Taeyong.”
“Yaak! Itu namanya pendapat,” sahut Taeyong.
Jiyeon manggut-manggut. Tampang polosnya kadang membuat teman-temannya jengkel. Merek selalu bertanya-tanya ‘Kenapa ada orang sepolos itu?’
“Baiklah, aku yang akan menghubungi Ji Young.” Naara tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
“Naara-ssi… aku senang kalau kau bersedia masuk ke dalam kelas ini,” sambut Jin Man dengan senyum menawan khas dirinya.
“Gomawo, Jin Man-ssi. Aku memang akan masuk ke kelas ini.” Naara mengayunkan kakinya, menapaki lantai kelas yang bersih itu. Saat tengah berada diantara bangku-bangku hagsaeng, dia berhenti lalu menatap hagsaeng Black Class satu persatu. “Aku akan membawa Henry ke sini. Hubunganku dengannya bisa dikatakan dekat. Kami pernah berada dalam satu acara reality Show di program tv SBS.” Naara menarik nafas panjang dan memamerkan deretan giginya yang nampak rapi. “Aku yakin kalian bisa menjadi bintang. Itulh alasanku mendukung kelas ini. Aku ingin mendidik kalian menjadi bintang yang benar-benar berkualitas. Kita harus mulai dari nol.”
“Ya, Naara benar. Seorang bintang yang belajar dari nol tidak akan mudah menyombongkan diri. Justru mereka yang sudah memiliki ketenaran dan kemampuan lebih, yang akan mudah menjadi sombong,” tambah Jin Man. Dia sangat bersemangat saat Naara datang untuk mendukung kelasnya.
Jiyeon dan hagsaeng lainnya merasa termotivasi oleh kata-kata Jin Man dan Naara. Ini artinya mereka bisa mengalahkan White Class yang notabennya adalah kelas para idola, hagsaeng yanh memiliki kemampuan di atas rata-rata.
“Jiyeon-a, sepertinya kita harus memulai pelajaran diet hari ini juga. Kau tidak ingin dilecehkan oleh hagsaeng dari White Class, kan?” bisik Joy pada Jiyeon yang duduk manis di depannya.
Jiyeon dapat mendengar suara Joy dengan jelas. Dia pun mengangguk, mengiyakan kalau dirinya bersedia memulai diet hari ini juga.
…
Pelajaran vokal yang seharusnya diisi dengan materi nada-nada dasar dan teknik pernafasan malah diisi dengan peningkatan motivasi oleh Naara dan Yang Jin Man. Saat ini yang terpenting adalah semangat para hagsaeng. Semangat bisa merubah segala sesuatu dalam waktu singkat. Itulah yang ada dalam pikiran Jin Man.
Kelas vokal telah berakhir. Sesuai jadwal, saat ini para hagsaeng waktunya beristirahat. Waktu istirahat dapat mereka gunakan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan.
Jiyeon dan Joy sedang duduk di kursi kantin sekolah. Mereka berdua hanya menatap segelas air putih yang telah duduk manis di atas meja, tentunya di depan mereka masing-masing.
“Aku harus minum ini?” tanya Jiyeon dengan tampang lesu.
“Tentu saja. Kau harus minum air mineral, jangan makan coklat, makanan cepat saji, makanan berminyak, dan yang lainnya. Kau harus makan makanan yang berserat tinggi. Pilihlah buah dan sayur. Aku telah menentukan menu makanan untukmu. Dengarkan!”
Jiyeon bersiap mendengarkan lanjutan kata-kata Joy. Di senang sekali karena Joy sudah bersedia membantunya untuk diet secara alami tanpa obat-obatan. “Cepat katakan! Apa saja?”
“Menu makanmu untuk sarapan adalah sayuran hijau, daging, sedikit nasi ditambah segelas susu. Kau paham?”
Jiyeon mengangguk cepat. “Lalu apa yang harus aku makan untuk siang dan malam hari?”
“Siang hari, kau harus makan sayuran, sedikit daging, kentang dan buah segar. Minumnya air mineral.”
“Kentang?” tanya Jiyeon bingung.
“Kentang sebagai pengganti nasi. Malam hari kau hanya boleh makan sayur dan buah. Minumnya tetap air mineral. Jangan sekali-kali minum minuman yang mengndung gula dan air dingin karena keduanya akan membuatmu semakin gemuk. Ah, aku lupa. Untuk kentangnya, pagi 2 buah kentang rebus dan siang hari hanya satu kentang rebus. Kau tidak boleh makan makanan yang digoreng dan dipanggang. Araseo?”
Jiyeon mendelik kesal. Kenapa hanya itu yang boleh ia makan? Diet benar-benar merepotkan.
“Jika kau bisa melakukannya dalam waktu 2 bulan, tubuhmu bisa selangsing tubuhku. Jangan lupa untuk berolahraga. Kau mau, kan?”
“Uwaah, daebak! Kau adalah guru diet terbaik, Joy. Aku suka. Tapi… apakah aku bisa melakukan itu semua?”
“Kau harus yakin kalau kau bisa melakukannya. Anggap saja diet itu mudah. Kau hanya perlu melakukan itu. Jangan makan makanan selain yang aku sebutkan tadi.”
“Baiklah. Aku akan memulainya hari ini juga.”
Joy dan Jiyeon tersenyum namun senyum mereka berdua hilang seketika saat seorang namja bernama Oh Sehun lewat di depan mereka.
“Sehun-a!” panggil seseorang dari jarak yang cukup jauh.
Namja bernama Oh Sehun itu berhenti dan menoleh ke arah belakang. Dahinya berkerut, mungkin dia tak tahu siapa yang memanggilnya tadi. Joy dan Jiyeon menatap namja itu lekat-lekat, memperhatikan apa yang dia lakukan di tempat itu.
“Waah, Taeyong-a!” seru Sehun dengan mata terbelalak saat melihat namja yang datang mendekatinya.
“Baru kemarin bertemu denganmu tapi aku merasa sudah lama kita tak bertemu.” Taeyong merangkul bahu Sehun. Tinggi mereka hampir sama. Jadi, tidak ada kesulitan bagi Taeyong untuk merangkul bahu sahabatnya itu.
“Orang aneh berteman dengan orang yang aneh pula. Benar-benar jodoh,” lirih Joy.
“Apa katamu?” Rupanya Sehun mendengar kata-kata Joy.
Joy membulatkan kedua matanya. Dia tidak menyangka kalau Sehun bisa mendengarnya tadi. “Anhi. Aku hanya membaca pesan di ponselku. Memangnya kenapa?”
“Ekspresimu itu mengatakan kalau kau berbohong. Kurang ajar sekali kau!” seru Sehun.
Jiyeon menyenggol siku Joy. Dia meminta Joy untuk diam saja dan tidak menanggapi namja bermarga Oh itu. “Joy, sudahlah. Jangan bertengkar mulut lagi. Kau tidak akan menang melawannya.”
Bukannya membuat Joy tenang, ucapan Jiyeon itu justru membuat Joy semakin naik darah. “Aku yang akan melawannya!” lirih Joy yang tak berhenti menatap Sehun setajam silet.
“Park Sooyoung, tutup mulutmu! Jangan pernah mengatakan hal-hal buruk di depan kami!” Taeyong angkat bicara.
“Memangnya siapa kalian sehingga kami tidak boleh berkata begitu? Jika ada yang mengatakan kalau kalian orang aneh, itu adalah fakta. Jadi, jangan salahkan orang yang mengatakannya. Salahkan diri kalian sendiri!” bentak Joy.
Sementara itu, Jiyeon menutup wajahnya lalu memegang kepalanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk memisahkan dua namja itu dari Joy. Jika seperti ini terus, bisa-bisa sekolah akan heboh karena ulah mereka bertiga.
“Yaak! Jaga ucapanmu! Kau yang gafis aneh. Seharusnya seorang ballerina itu bersikap lembut. Kau malah sebaliknya,” seru Sehun tak terima dikatakan aneh oleh Joy.
“Keumanhe, Joy. Kau bisa dihukum oleh Kepala Sekolah,” bisik Jiyeon yang sama sekali tak digubris oleh Joy.
“Apa yang kau katakan tadi, eoh? Kalau kau tidak tahu apapun, duduk dan diam saja. Jangan mengatakan hal yang menyakiti orang lain.” Joy membalikkan diri lalu beranjak dari tempat itu. Dia tak peduli pada hagsaeng yang menatapnya aneh. Aneh? Ya, dia merasa bahwa dirinya adalah orang aneh.
Jiyeon berhambur mengejar Joy yang sudah menuruni tangga. “Joy! Berhenti! Yaak! Park Joy, gidaryeo!” teriak Jiyeon yang terus mengejar Joy dengan nafas ngos-ngosan.
Tiba-tiba….
Bruukkk!!
“Yaak! Kalau berjalan, liat orang yang ada di depanmu. Jangan menabrak seenak dahimu!” umpat Lay yang tertabrak tubuh besar Jiyeon.
“M, mianhae. Jongmal mianhae. Aku tidak sengaja. Apakah kau baik-baik saja?” tanya Jiyeon gugup bercampur panik karena khawatir pada Joy yang sudah tak karuan pergi ke mana. “Mian, aku buru-buru.” Jiyeon mulai berlari lagi namun tangannya ditahan oleh Lay.
“Kau mau ke mana? Bukankah sebentar lagi kelas akan dimulai?”
“Aku harus mengejar Joy. Mian.” Jiyeon melepaskan pegangan tangan Lay lalu berlari menyusul Joy. Dia tahu ke mana Joy pergi. Gadis itu pasti kembali ke asrama.
Lay menatap punggung besar Jiyeon dari belakang. “Joy?” lirihnya.
…
Tap tap tap!
Suara hentakan kaki Jiyeon terdengar jelas di telinga. Apalagi koridor yang ia lewati sepi, tak ada seorang pun karena semua hagsaeng sedang belajar di sekolah.
Jiyeon tiba di depan kamarnya. Dia memutar knop pintu kamar itu namun tak bisa, seseorang telah menguncinya dari dalam kamar. Jiyeon yakin orang itu adalah Joy.
“Joy, buka pintunya. Ada apa denganmu?” tanya Jiyeon dengan hati-hati. Dia tidak ingin kata-katanya malah menyakiti hati Joy.
Joy terdiam di dalam kamar. Dia tak berkeinginan menjawab pertanyaan Jiyeon. Saat ini dia hanya ingin sendiri. Kata-kata dari seorang Oh Sehun telah melukai hatinya.
“Joy, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Jiyeon dengan suara memelas dan semakin lirih. “Kau tahu? Aku sampai ngos-ngosan mengejarmu. Kenapa kau tidak mau membuka pintunya?”
“Tolong diamlah, Jiyeon-a,” kata Joy di sela isak tangisnya. Gadis itu menangis di balik pintu. Dia masih terngiang ucapan Sehun yang mengatakan bahwa dirinya aneh dan tidak bersikap lembut layaknya seorang ballerina.
Jiyeon duduk bersandar pada daun pintu kamarnya. Dia tak tahu kalau Joy juga bersandar di balik pintu itu. “Joy, apakah kata-kata Sehun telah menyakiti hatimu? Aku tahu bagaimana rasanya, Joy. Aku juga pernah diejek olehnya. Dia memang orang yang tak mau mengerti orang lain. Dia… bukan tipe orang yang baik. Tapi aku yakin, dia tidak bermaksud berkata kasar pada kita. Mungkin dia hanya emosi.”
“Kau membelanya?” Suara Joy terdengar sedikit parau.
“Anhi. Aku ada di sisimu, Joy. Bukannya membela namja itu. Aku hanya ingin menghibur diriku sendiri dan menghiburmu. Aku ingin meyakini bahwa kata-kata kasarnya hanyalah sebuah candaan yang tak seharusnya kita masukkan dalam hati. Aku tidak bermaksud meremehkan apa yang Sehun katakan padamu, tapi… aku pernah diejek lebih parah dari dirimu. A, aku tetap tersenyum meski banyak yang mengatakan diriku ini balon, makhluk gendut, dan apapun itu.”
“Kau tidak marah?” tanya Joy dari dalam kamar.
“Aku ingin marah. Tapi bagaimana aku bisa marah? Apakah aku berhak marah? Apakah aku boleh marah pada orang lain? Biarkan saja mereka mengejek kita. Yang penting kita tetap bersikap baik pada semua orang. Kita harus tetap semangat. Kalau bisa, jadikan ejekan mereka sebagai motivasi untuk kita.”
Cekleeekk!!
Bruuukk!!
Jiyeon hampir saja terjungkal karena Joy membuka pintunya secara tiba-tiba. Joy membantu Jiyeon bangun karena gadis itu memiliki tubuh besar yang beratnya lebih dari 80kg. Joy tertawa melihat Jiyeon dalam posisi terlentang di depan pintu. Dia sendiri mengalami kesulitan membantu Jiyeon bangun. Tubuh berat itu malah membuatnya tertarik dan hendak jatuh menindih Jiyeon. Untung saja seseorang datang dan membantu Joy untuk membantu Jiyeon bangun dari posisinya.
“Kau?” Joy terbelalak melihat seorang Lay yang mau menolongnya.
“Wae?” tanya Lay santai. “Yaak! Park Jiyeon! Aku rasa kau harus segera diet. Bagaimana kalau tidak ada yang membantumu bangun? Tidak lucu kalau kau terlentang terus di depan pintu.”
“Gomawo, Lay-ssi,” ucap Jiyeon seraya membungkukkan badannya.
Joy memandang Lay yang berdiri di sampingnya. Dia mulai curiga pada namja bangsawan China itu.
“Tidak perlu berlebihan seperti itu. Kau pikir aku tontonan?”
Joy memanyunkan bibirnya.
“Lay-ssi, sedang apa kau di sini?” tanya Jiyeon polos.
“Tadi aku mengikutimu. Aku pikir ada sesuatu yang bahaya. Jadi, aku berjalan diam-diam di belakangmu. Ternyata benar, ada sesuatu yang terjadi pada kalian, kan?”
Jiyeon tersenyum malu. Lay bisa berpikir sejauh itu. Dirinya bahkan tak pernah berpikir seperti yang dipikirkan oleh Lay. “Kau benar,” kata Jiyeon sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Hal sepele yang memalukan baru saja terjadi akibat tubuh besarnya. “Ini karena tubuhku terlalu besar,” gerutu Jiyeon.
Lay dan Joy mengerutkan dahi mereka.
“Kau baru menyadarinya?” tanya Joy. “Kau harus diet!” tambahnya.
Jiyeon mengangguk mantab. “Aku akan melakukannya!” serunya yang sangat bersemangat ingin menurunkan berat badannya.
“Mwo? Kau serius?” Lay mengangkat kedua alisnya. Ia tak percaya kalau Jiyeon akan berhasil melakukan diet.
“Kau meragukanku? Kita lihat saja. Oh ya, kau kan pandai menari. Bagaimana kalau kau mengajariku?”
Lay belum mengeluarkan jawabannya. Dia bahkan bingung menjawab pertanyaan konyol itu. “Aku tidak janji.”
“Yaak! Jangan libatkan namja dalam misi kita ini. Kau bisa minta tolong padaku. Apakah seorang ballerina belum cukup baik untuk menjadi tutormu?”
“Ah, bukan begitu. Baiklah, aku akan memintamu untuk mengajariku. Setidaknya ajari aku agar kakiku tidak kelu dan kaku saat menari.”
“Park Jiyeon!” panggil Lay secara tiba-tiba.
“Eoh, wae?”
“Menurutku, lebih baik kau turunkan dulu berat badanmu. Setelah itu, kau bisa minta diajari dance. Kalau tubuhmu masih sebesar itu, aku rasa akan sulit untuk melakukan dance.”
“Benarkah?”
Lay mengangguk. Bayangkan saja kau menari dengan tubuh sebesar ini. Untuk tahap awal, kau bisa lari-lari mengelilingi lapangan basket tiap pagi dan malam setiap hari. Setelah itu kau bisa lenturkan anggota tubuhmu dengan melakukan gerakan-gerakan dasar.”
“Waah, kau benar. Daebak!” Gomawo, Lay-ssi,” ucap Jiyeon senang.
Joy turut tersenyum mendengar penuturan dari Lay. Rasa kesalnya pada namja itu sedikit berkurang. Setidaknya memang harus seperti itu.
…
Malam hari, Joy dan Jiyeon baru saja menyantap makan malam mereka yang terdiri dari sayuran dan buah segar. Perut besar Jiyeon masih merasa lapar karena biasanya dia makan 2 porsi penuh ditambah biskuit setengah kaleng besar setelah makan.
Joy masih menikmati kentang rebusnya. Ia tampak sangat menyukai jenis umbi yang satu itu.
“Sudah berapa lama kau makan kentang seperti itu?” tanya Jiyeon yang tak berkedip sekali pun saat menatap Joy yang tengah asyik menghabiskan kentang rebusnya.
“Entahlah. Aku sudah lupa. Yang pasti sudah sangat lama. Seorang ballerina harus memiliki tubuh ramping dan berat tidak berlebih. Jika berat bertambah maka tak ada seorang pun yang tidak menggunjingkanmu. Semua pasti akan mengolok, mengejek, atau apapun itu.”
“Miris sekali…. Bagaimana denganku? Jika teman-temanmu di Perancis melihatku seperti ini, pasti mereka sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Badanku terlalu besar,” keluh Jiyeon.
“Yaak! Aku bosan mendengar suaramu yang terus menerus mengeluh seperti itu. Setidaknya lakukan sesuatu agar tubuhmu itu mengecil!” seru Joy kesal. “Berulang kali kau mengatakan kalau tubuhmu besar. Semua orang sudah melihatmu. Jadi, kau tidak perlu mengatakan itu terus menerus.”
Tap tap tap!
“Aigoo, angka sepuluh ada di sini….”
Jiyeon dan Joy menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Rupanya Krystal sedang lewat di tempat itu.
“Siapa yang kau sebut angka sepuluh?” tanya Joy tersinggung.
“Tentu saja kalian berdua. Kau angka satu sedangkan dia angka nol. Jadi, kalian bisa disebut angka sepuluh. Menarik, kan?” jawab Krystal angkuh.
Mata indah Joy mendelik kesal. “Apakah kau belum pernah merasakan bagaimana nikmatnya ditampar?”
Krystal tersenyum evil. “Owh, jadi kau ingin menamparku?”
“Dengan senang hati,” jawab Joy singkat.
“Kau berani menamparku?”
“Kenapa tidak? Kau sendiri berani mengejek kami berdua. Kau pikir, siapa dirimu? Kau sama seperti kami. Jangan bertingkah sombong. Karirmu bahkan telah hancur dan sekarang kau ingin menyombongkan diri? Seharusnya kau bercermin dulu. Lihat, siapa dirimu saat ini? Kau adalah siswi Kirin, sama seperti kami,” terang Joy yang tidak ingin dianggap remeh oleh orang lain, apalagi orang itu berasal dari White Class seperti Krystal.
“Omo! Gomawo telah mengatakan semuanya padaku. Tapi aku menganggap semua itu hanya alasanmu untuk menghibur diri karena faktanya kalian tidak bisa apa-apa,” balas Krystal yang tak kalah sinis.
“Tak bisalah kau bersikap baik pada orang lain?” Jiyeon angkat bicara. “Setiap hagsaeng dari kelas kalian menyombongkan diri di depan kami. Apakah kalian sudah merasa tinggi, eoh?”
Krystal semakin kesal menghadapi Jiyeon dan Joy. “Bicara dengan orang dungu memang tidak ada gunanya.”
Plakk!!
Joy berhasil mendaratkan tamparan tangan kanannya pada wajah Krystal, tepatnya di pipi kanan gadis itu yang putih dan mulus.
“Joy!” seru Jiyeon pada Joy.
“Kurang ajar kau!” Krystal menjambak rambut Joy.
Jiyeon melihat dua orang sedang jambak-menjambak di depan matanya. Dia berusaha untuk melerai mereka berdua namun tak berhasil.
“Yaak! Yaak! Ada apa ini?” Taeyong datang bersama Yoon Eun Hye. Mereka langsung membantu Jiyeon melerai Joy dan Krystal.
Rambut Joy dan Krystal tampak berantakan. Mereka berdua menjambak rambut lawan sekuat mungkin.
“Aku belum puas menghajar gadis itu!” seru Joy yang sudah kesal tingkat akut. “Tunggu penampilan kami. Di Showcase yang pertama, akan ku tunjukkan siapa yang patut menjadi bintang sesungguhnya!” tambah Jiyeon spontan. Ia tidak sadar telah mengatakan hal itu pada Krystal. Emosinya yang memuncak, memaksanya untuk menantang gadis sombong itu.
…
Asrama laki-laki tampak sepi. Tak ada kegiatan sama sekali di koridor, kamar, maupun aula yang biasanya menjadi tempat berkumpul mereka. Hari ini adalah hari yang melelahkan, pantas saja para hagsaeng sudah terkapar di atas ranjang mereka masing-masing. Itulah penyebab sepinya asrama laki-laki.
Jreeng!!
Bunyi gitar masuk ke dalam ruang dengar Lay yang tengah mengantuk berat. Ia menutup kedua telinganya rapat-rapat dengan bantalnya.
Jreeng!!
“Yaak! Tidurlah! Jangan berisik! Kau tidak lihat temanmu sedang tidur, eoh?” keluh Lay yang kesal dengan perbuatan Taeyong.
“Aku sedang galau,” jawab Taeyong lesu.
“Masih muda sudah sering galau. Mau jadi apa kau?” gerutu Lay lirih namun masih dapat didengar oleh Taeyong.
“Hyung! Aku ingin minta pendapatmu. Jika kau menjadi Henry Lau, maukah kau mengajar di Kirin sebagai guru musik?”
“Shireo! Aku tidak akan mau mengajar di Kirin selama di sana masih ada hagsaeng bernama Lee Taeyong. Sudahlah, mataku sudah tak sanggup lagi terbuka untuk meladenimu. Kalau kau ingin bermain gitar, kenapa tidak memainkannya di ruang laundry atau di lapangan? Berisik sekali.” Lay kembali menata posisinya agar nyaman dalam mengarungi lautan mimpi malam ini.
Taeyong mendesah kesal. Kenapa rasanya tidak mengasyikkan? Sekolah Seni Kirin adalah sekolah unggulan yang telah menciptakan bintang-bintang terkenal. Tapi kenapa sampai saat ini suasana sekolahnya sama sekali belum terasa nyaman. Para hagsaeng pun masih banyak yang senang berselisih, termasuk dirinya sendiri. Apakah itu yang dialami oleh angkatan Go Hye Mi dan Sun Hye Song dulu?
“Bagaimana aku bisa tidur kalau pikiranku jalan-jalan seperti ini?” lirihnya seraya meraih bantal dan menatanya senyaman mungkin.
…
Pagi ini, Joy dan Jiyeon harus melaksanakan misi mereka yakni menurunkan berat badan. Mereka berdua harus berhasil menurunkan berat badan agar kelihatan langsing. Bagi Joy, diet sangat mudaj karena tubuhnya memang sudah rampong. Namun tidak bagi Jiyeon. Dia harus berusaha ekstra untuk dapat menurunkan berat badannya. Berat badan yang berlebihan itu telah menjadi momok bagi dirinya sendiri.
Jiyeon dan Joy lari-lari pagi saat semua hagsaeng masih asyik berpetualang dalam dunia mimpi mereka. Kedua gadis ini sengaja melakukannya pada pagi buta agar tak banyak ada yang melihat mereka berlari mengitari lapangan basket hanya untuk diet. Jika ada yang melihat mereka, dapat dipastikan bahwa kabar itu akan tersebar luas ke segala penjuru sekolah. Alhasil, mereka berdua akan menanggung malu terutama Jiyeon yang notabennya berbadan super gemuk.
Setelah mengawali hari ini dengan berlari-lari, Jiyeon kembali ke asrama guna membersihkan diri lalu sarapan. Perutnya sudah keroncongan. Seperti yang telah ditentukan oleh Joy, pagi ini Jiyeon akan menyantap sedikit nasi, sedikit daging, sayur dan segelas susu. Tubuh memerlukan asupan gizi yanh cukup di pagi hari. Jadi, menu makanannya lumayan menggugah selera makan seorang Park Jiyeon.
“Ingat! Kau hanya boleh makan makanan yang telah aku tentukan kemarin. Kau tidak ingin mengecewakanku, kan?”
Jiyeon menggeleng. “Tentu saja tidak. Aku akan menuruti kata-katamu, Joy.”
Bruukk!!
“Auw!” rintih Jiyeon. Seorang hagsaeng menabraknya saat sedang berlari ke ruang aula.
“Benar-benar tidak sopan!” gerutu Joy kesal. “Jiyeon-a, kau lihat ada apa di sana?” Joy menunjuk aula yang semakin lama dipenuhi oleh banyak hagsaeng.
“Entahlah, aku juga tidak tahu. Ayo kita ke sana!” ajak Jiyeon yang langsung menggandeng lengan Joy. Mereka berdua ikut-ikutan para hagsaeng masuk ke aula besar itu.
…
“Semuanya cepat berkumpul dan dengarkan pengumumannya baik-baik!” Suara Jea menggelegar memenuhi aula besar itu. Jea berdiri di atas panggung yang terdapat di aula utama dan memegang sebuah microphone sebagai pengeras suara.
Sesuai dengan perintah Jea, para hagsaeng berkumpul di depan panggung dan menanti pengumuman yang akan diumumkan oleh pihak sekolah. Banyak yang bertanya-tanya mengenai pengumuman itu.
“Aku berani taruhan kalau pengumumannya pasti menyangkut para hagsaeng White Class,” kata seorang hagsaeng tingkat 2 yang masuk ke dalam kelas biasa.
“Ya, pasti hanya pengumumaan sampah yang mereka umumkan. Kalau begitu, lebih baik mereka umumkan saja di dalam White Class. Apa gunanya mengumumkan di sini?”
Jiyeon kesal mendengar komentar hagsaeng tersebut. “Yaak! Jea saem belum mengumumkan isi pengumumannya, kenapa kalian sibuk mengomentari dengan komentar yang tidak penting? Dengarkan dulu setelah itu boleh komentar!”
“Heh Gendut! Apa urusannya denganmu? Kau urusi saja makananmu atau cacing di ususmu yang besar itu,” ejek salah seorang hagsaeng.
Srreeekk!!
“Yaaak! Lepaskan!” seru hagsaeng yang kurang ajar tadi.
“Kau belum pernah diajari sopan santun? Apakah aku perlu mengajarimu supaya kau bisa bicara yang santun, eoh? Beraninya kau mengejek Jiyeon! Lihat tubuhmu itu! Kau tidak bahkan lebih buruk dari seekor kuda nil.”
Joy mulai emosi lagi. Gadis itu sangat labil dan kurang dapat mengontrol emosinya. Hagsaeng yang dibentak oleh Joy tadi hanya tertunduk lesu dan malu.
“Jangan bersikap seperti itu. Kau harus bisa lebih lemah lembut,” bisik Jiyeon pada Joy yang menatap Jea di atas panggung.
Kedua bola mata Jea berputar mengelilingi sisi-sisi tulang matanya untuk memperhtikan para hagsaeng yang telah berjejer rapi di depannya. Senyumnya tamlak mengembang saat ia menatap Jiyeon, Joy dan beberapa hagsaeng Black Class lainnya. “Baiklah, aku akan mengumumkannya sekarang. Dengarkan baik-baik karena ini adalah kabar yang bagus untuk kalian semua!”
Mendengar kata ‘kabar yang bagus’ membuat para hagsaeng berbisik-bisik sehingga suara riuh semakin keras.
“Yaak! Diam atau aku tidak akan mengumumkannya?” seru Jea kesal karena hagsaeng-hagsaeng itu tak menghiraukannya. Suara riuh masih terdengar dengan sangat jelas namun Jea tetap akan mengumumkan saat ini juga. “Pengumuman ini ditujukan kepada kalian semua yang berminat join dalam ajang pencarian bintang sekolah.”
Huuuu!!
Kata-kata Jea hanya disoraki oleh para hagsaeng. Hal ini membuat Jea tambah kesal. “Aku tidak akan mengulangi pengumuman ini lagi. Dalam waktu 50 hari ke depan, Kirin Art School akan mengadakan sebuah event yang membutuhkan partisipsi kalian. 50 hari lagi, kami mengadakan Show Case pertama yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Bukan hanya White dan Black Class. Kalian semua yang berstatus sebagai hagsaeng Kirin harus berpartisipasi dalam show case perdana. Show case ini berbeda dari biasanya. Kali ini setiap penampilan kalian akan dinilai oleh para juri yang sudah berpengalaman. Siapa saja jurinya? Kami akan mengumumkannya seminggu sebelum Show Case.”
Semua hagsaeng terdiam mendengarkan pengumuman yang disampaikan oleh Jea dengan baik. Mereka tidak ingin ketinggalan pengumuman penting ini. Show Case di depan mata. Maka mereka harus berlatih lebih keras agar bisa mendapat nilai yang bagus dari para juri.
“Seonsaengnim! Bolehkah aku bertanya?” Jaebum mengangkat tangannya agar dapat dilihat oleh Jea kalau dirinya ingin bertanya.
“Silahkan, Jaebum-a.”
“Jika kami mendapat nilai yang bagus, apa yang akan kami peroleh sebagai hadiahnya?”
Jea tersenyum. “Itulah yang ingin aku katakan saat ini. Baiklah, kalian pasti penasaran hadiah apa yang akan kalian peroleh jika mendapat nilai yang bagus. Hagsaeng yang mampu mengumpulkn nilai sempurna atau paling tidak nilai mendekati sempurna, akan mendapatkan pengajaran spesial dari para guru spesial yang dengan senang hati akan mengajari kalian sesuai dengan kemampuan dan bakat kalian masing-masing. Guru yang dimaksud adalah Kim Jaejoong JYJ, Henry dan Kyuhyun SJ, Yunho DBSK, Jang Nara, Byul, dan yang terakhir ini adalah seseorang yang sangat spesial. Dia adalah Kim Pil Suk, alumni Kirin yang telah menjadi seorang bintang terkenal.”
Huwaaaa!!
Prok! Prok! Prok!
Suara teriakan para hagsaeng seakan hendak merobohkan aula utama. Semua hagsaeng bersorak senang dengan hadiah yang diiming-imingkan oleh Jea.
“Waaah, daebak! Jika aku bisa mendapat nilai bagus, aku bisa diajaro langsung oleh Henry Lau. Aku tidak sedang bermimpi, kan?” Taeyong terlalu senang karena impiannya belajar dengan Henry akan terwujud dengan syarat dia harus mendapat nilai sempurna atau setidaknya nilai yang bagus untuk Show Case nanti. “Aku pasti akan menaklukkan Show Case!” serunya.
Sama halnya dengan Taeyong, Jiyeon dan Joy sampai berpelukan sangking senangnya. Lay, Sehun, dan Krystal bersikap biasa saja. Mereka seperti tidak tertarik dengan Show Case itu. Bagi Krystal, Show Case itu hanyalah mainan.
‘Aku pasti akan mendapat nilai sempurna,’ batin Krystal diiringi senyuman sinis.
…
Black Class sedang galau di dalam kelas mereka. Ide Taeyong yang ingin diajari oleh Henry telah kandas karena Henry pasti tidak diijinkan mengajar di Black Class. Dia merupakan salah seorang guru spesial yang disiapkan oleh pihak sekolah untuk hagsaeng yang mampu memperoleh nilai bagus dalam Show Case.
“Jika Henry Lau menjadi guru spesial, lalu siapa yang akan menjadi guru musik di kelas kita?” tanya Jaebum dengan keputus-asaan yang melanda hatinya.
Semua pasang mata tertuju ke arahnya.
“Kalau begitu, kita harus mencari guru lain,” sahut Taryong.
“Apakah sekolah tidak bisa mengusahakannya? Kenapa kita repot-repot mencari guru?” tanya Jiyeon polos.
Kelas hening sesaat hingga akhirnya Lay buka suara.
“Aku yang akan menjadi guru untuk kalian!”
“Mwo?!” seru hagsaeng Black Class serempak.
“Andwae!” Joy menggelengkan kepalanya. “Memangnya kau bisa apa? Kalau hanya pandai bermain alat musik, kenapa bukan Jiyeon saja yang menjadi guru musik?”
“Shireo!” Jiyeon menutup kedua telinganya. Ia tidak ingin mendengarkan lanjutan kata-kata Joy dan ia berharap tidak ada uang mendengarkan usulan Joy.
Lay mendesah agak kesal. Lagi-lagi dirinya harus berselisih paham dengan Joy. Gadis itu ingin dia cekik supaya tidak bertingkah aneh dan tidak bertengkar dengannya lagi.
“Aku bisa bermain piano, gitar, dan biola. Selain itu, aku juga bisa menciptakan lagu. Jika kalian mau, aku akan menunjukkannya pada kalian semua,” kata Lay serius.
“Wow, daebak!” lirih Taeyong yang mulai kagum pada Lay. “Aku setuju! Siapapun guru kita, yang penting harus memiliki kemampuan unggul di bidangnya. Aku tidak keberatan kalau Lay hyung jadi guru kita. Black Class harus bisa menunjukkan kemampuan lebih baik dari White Class!” Semangat Taeyong membara seperti baru saja dibakar dengan kayu bakar satu kubik.
“Tidak bisa!” bentak Kang Chul yang tiba-tiba muncul di depan pintu ruang Black Class.
“Kepala Sekolah….” lirih Joy.
“Dia bukan kepala sekolah Kirin,” sahut Taeyong.
“Yaak! Lee Yaeyong! Apa-apaan kau ini?”
“Tidak ada kepala sekolah yang membagi kelas sesuai dengan keinginan pribadinya,” ketus Taeyong lagi. “Mau apa Anda ke sini?”
Kang Chul tersinggung dan marah melihat perilaku Taeyong. Dia juga ingin menghukum Taeyong karena telah melontarkan pertanyaan dengan tidak sopan. “Apa hakmu bicara seperti itu? Kau tidak ingin berada di sini lagi? Aku bisa pertimbangkan kau keluar dari tempat ini.”
Semua orang yang mendengar pernyataan Kang Chul tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Kang Chul rupanya benar-benar kejam. Tidak ada yang berubah darinya.
“Kepala Sekolah, tolong maafkan Taeyong. Dia hanya emosi. Tidak ada yang serius dalam ucapannya,” pinta Jiyeon pada Kang Chul yang wajahnya sudah merah padam.
“Silahkan kalian urus kelas ini. Aku sama sekali tidak bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada kelas ini. Aku anggap kelas ini tidak ada. Ah, bukan begitu. Aku akan menganggap kelas ini sebagai kelas ilegal.” Kamg Chul membalikkan badan lalu melangkah pergi, meninggalkan hagsaeng Black Class yang berdiri mematung di dalam kelas mereka.
Bruukk!!
Joy terduduk lemas. Ia tidak menyangka kalau akan ada kejadian seperti ini. Airmata perlahan membasahi pipinya yang putih dan mulus.
“Joy, ada apa? Kau baik-baik saja, kan?” Jiyeon mendekati Joy yang tengah menitikkan airmatanya.
“Aku tidak mau seperti ini. Tidak ada yang menghargai semua perjuanganku.”
“Aku menghargai perjuanganmu, Joy. Kita semua saling menghargai. Tolong jangan bersedih.” Jiyeon berusaha untuk menenangkan Joy.
“Sebenarnya aku bisa berdiri di sini karena kabur dari Perancis. Aku meninggalkan sanggar balet dan memilih belajar di sini dengan harapan bisa menjadi bintang seperti Go Hye Mi dan kawan-kawan. Tapi jika hanya dianggap sebagai hagsaeng ilegal, apa yang harus aku lakukan?” Joy menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajahnya yang kelihatan teramat sedih.
“Mari kita lakukan apapun yang bisa kita lakukan. Jangan pedulikan kata-kata si Kang Chul itu!” tegas Lay yang tidak ingin teman-temannya ikut sedih.
…
Braakkk!!
Seseorang membuka pintu dengan keras dari luar. Yang Jin Man dan Jea yang tengah sibuk menyiapkan data guru spesial, dikagetkan dengan bunyi menggelegar dari daun pintu yang hampir hancur itu.
“Kang Chul-ssi! Ada apa?” tanya Jin Man tanpa meletakkan selembar kertas yang berisi biodata Kim Jaejoong.
Kang Chul menutup pintu yang baru saja ia banting. Tak lama kemudian dia menjejalkan bokongnya di atas sofa, tepatnya di depan meja kerja Jin Man.
Jin Man dan Jea saling pandang. Mereka tidak bisa menebak apa yang ingin disampaikan oleh laki-laki paruh baya yang duduk di atas sofa itu.
“Black Class tidak bisa ikut Show Case!” ketus Kang Chul yang sukses membuat Jin Man dan Jea melongo.
“M, mwo? Ige mwoya?” Jin Man meletakkan kertas biodata milik Jaejoong di atas meja kerjanya. “Apa yang kau bicarakan barusan?”
Kang Chul menatap Jin Man. “Semua hagsaeng Black Class didiskualifikasi dari Show Case. Tak ada seorang pun dari mereka yang bisa mengikuti Show Case!”
Jlegeeerr!!
Seketika itu Jin Man mendadak lesu dan tak bersemangat. “Pasti ada masalah. Katakan! Apa masalahmu dengan mereka? Apakah salah seorang dari mereka telah melakukan kesalahan? Atau mereka semua telah melakukan kesalahan?”
Kang Chul tidak menjawab. Dia bergeming menahan emosinya.