ANNOUNCEMENT

Assalamu’alaikum semua teman2…

Alhamdulillah Laykim balik lagi dengan misi baru. Kali ini bukan untuk posting FF ya. Rencananya sih mau lanjut selesein FF yang terbengkalai. Secara pribadi, aku umumkan kepada semua follower bahwa aku (Laykim) balik lagi untuk membantu teman2 membuat cover FF tapi kali ini berbayar. Kenapa berbayar? Karena mengedit cover butuh waktu/ menyita banyak waktu. Jadi ada komisi kecil yg aku minta dari kalian yg berminat. Bukan hanya cover FF, kalian juga bisa order edit foto pribadi kalian sendiri menjadi sebuah poster atau manipulasi foto, dll. Bagi yang berminat bisa kontak aku di IG Lia_Hanif19 dan WA 082257675963

Dream High 3 [Chapter 6]

dh3

Cast:

Jiyeon, Sehun, Krystal, Taeyong, Joy, Lay

Genre

AU, Drama, Friendship, Romance, School Life

Length:

Multichapter

Rating:

PG-13

Chap 1-4 are Kak Ica’s Own

Cover and Storyline from chap 5 belong to me.

Sorry for typos, leave your comment after read it!

happy reading

*****

Suasana tegang melingkupi ruangan tempat pasa siswa Black Class berkumpul. Tak ada seorang pun yang menunjukkan ekspresi senang. Bagaimana mereka bisa merasakan kesenangan jika kelas mereka mendapatkan petisi diskualifikasi dari Kepala Sekolah mereka, Lee Kang Chul.

Wajah lesu dan tak bersemangat terus terpampang hingga jam pelajaran untuk hari ini usai. Ruangan begitu hening. Setiap siswa memikirkan cara untuk keluar dari masalah ini. Mereka belum tahu apa yang bisa dilakukan untuk membatalkan diskualifikasi itu. Kang Chul memang keterlaluan.

“Kenapa kita selalu mengalami kesulitan seperti ini?” keluh Joy yang tak sanggup lagi berpikir jernih. Ia bahkan tak bisa menemukan ide untuk mengatasi masalah kelas mereka.

“Apakah Showcase itu harus kita lakukan?” tanya Jiyeon polos yang langsung mendapat tatapan membunuh dari teman-temannya.

Taeyong tidak dapat menahan kekesalannya pada Kang Chul, sang kepala sekolah yang selalu memikirkan kepentingannya sendiri. “Maafkan aku,” ucapnya pada seluruh penghuni Black class.

“Memangnya apa salahmu?” tanya Lay yang duduk menyendiri di sudut ruangan.

“Ini bukan saatnya untuk menyalahkan diri kalian. Kita harus bangkit. Bagaimana kalau beberapa orang diantara kita bicara serius dengan kepala sekolah Yang?” Jaebum angkat bicara.

“Kita harus bicara dengan Jin Man saem dulu. Jangan sampai tindakan bodoh kita malah membuat lubang semakin dalam,” ujar Jiyeon.

“Eoh, aku setuju. Kita bicara dulu dengan Kang Chul saem,” kata Taeyong yang menyetujui usul Jiyeon.

“Apa yang sedang kalian diskusikan? Sudah waktunya pulang, kenapa masih ada di sini?” Tiba-tiba Jin Man muncul di depan pintu seperti hantu yang muncul mendadak tanpa diundang.

“Oh my God!” seru Joy kaget.
Hal serupa juga terjadi pada siswa yang lainnya.

“Aku kira tadi hantu,” lirih Taeyong.

Kang Chul berjalan masuk ke dalam ruangan dan menatap setiap siswa dengan seksama. “Yaak! Park Jiyeon, apakah mataku yang rusak atau memang badanmu yang terlihat lebih kurus?” tanya Kang Chul saat menatap Jiyeon.

“Nde? Ooh, i, itu… ya, memang berat badanku sudah berkurang cukup banyak, Saem,” jawab Jiyeon dengan ragu.

“Mwo?” seru seluruh siswa serempak.

Joy, selaku tutor diet Jiyeon merasa bangga karena akhirnya ada yang mengatakan Jiyeon terlihat lebih kurus dari beberapa hari sebelumnya.

“Park Jiyeon! Kau sedang diet?” tanya Jaebum polos.

Wajah Jiyeon merah seketika. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan itu di depan banyak orang?

“Yaak! Jaebum-a! Pertanyaanmu sama sekali tidak bermutu,” ketus Joy yang tidak ingin Jiyeon malu karena mendapat pertanyaan konyol yang memang seharusnya tidak dilontarkan oleh Jaebum.

“Jika benar kau sedang diet, aku sangat mendukung programmu itu,” kata Lay.

Semua siswa mengalihkan pandangan mereka pada Lay.

“Aku sependapat dengan Yixing,” ucap Jin Man.

Pandangan para siswa pun beralih dari Lay ke arah Kang Chul yang berdiri di tengah-tengah deretan bangku. Sedangkan Lay malah menepuk dahinya karena Kang Chul masih memanggilnya Yixing, bukannya Lay.

“Setiap siswa harus mempunyai sesuatu yang bisa ditunjukkan,” ucap Jin Man untuk menyemangati siswa-siswanya.

Tak ada yang berkomentar atau bertanya tentang pendapat Jin Man. Semua mengunci mulut rapat-rapat.

“Kenapa tak ada pertanyaan ataupun komentar? Kalian paham atau tidak?” tanya Jin Man yang telah menyadari bahwa tak ada respon dari para siswa. Ia takut jika siswanya tidak memgerti atas apa yang baru saja ia katakan.

“Apakah maksud saem, kita harus menunjukkan spesialisasi diri sesuai dengan bakat dan kemampuan?” tanya Jiyeon.

Jin Man tersenyum. Akhirnya ada yang merespon juga. “Ya, benar. Siapa yang berbakat dalam dance, bisa menunjukkan kemampuan dance-nya. Begitu juga untuk bernyanyi, bermain musik, dan yang lainnya.”

Suasana ruangan yang semula hening berubah menjadi gaduh.

“Saem, kalau begitu aku harus menunjukkan kemampuan baletku?” tanya Joy yang bingung apa yang akan dia tunjukkan.

“Ah, saem! Aku mau tanya. Kami akan tampil di mana? Untuk apa? Dan… siapa yang akan melihat penampilan kami?” Taeyong menambah pusing kepala Yang Jin Man dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Jin Man mengusap kepala dan mengacak rambutnya. Sebenarnya dia tidak sanggup memikirkan hal ini sendirian. Tapi apa boleh buat. Semua berawal dari ide gilanya yang ingin mencari siswa berbakat seperti yang telah dia lakukan dulu.
“Baiklah, sekarang cepat katakan kemampuan kalian masing-masing! Ah, perlu kalian tahu, setiap siswa harus bisa nge-dance. Tak ada seorang pun yang tidak bisa melakukannya. Araseo?”

“Mwoya?” Jiyeon melongo. Program diet harus dijalankan ekstra ekstra dan ekstra ketat. Jiyeon dan Joy saling bertatap muka. “Kau tahu apa yang sedang ku pikirkan?” tanya Jiyeon pada Joy.

Joy mengangguk. “Eoh, aku tahu. Mari kita lakukan sesegera mungkin.”

Jiyeon membalasnya dengan anggukan mantab.

“Baiklah, dengarkan rencanaku!” Suara Jin Man terdengar serius. Seluruh siswa Black Class pun menutup mulut mereka dan menguncinya rapat-rapat.
“Pertama, kalian harusa tampil duet. Besok aku umumkan pairingnya.”

“Saem, kenapa harus saem yang mencari pairing? Kenapa bukan kami sendiri?” tanya Taeyong.

Jin Man kembali mengacak rambutnya setiap kali Taeyong bertanya. “Eoh, baiklah. Kalian tentukan sendiri! Sekarang dengarkan apa yang harus klian lakukan! Siswa yang jago dance, harus sering latihan bersama atau mandiri. Siswa yang memiliki suara indah, harus berlatih bersama untuk mengoreksi kesalahan nada dan teknik bernyanyi kalian. Nah, untuk guru pendamping kalian saat latihan nanti, aku akan menghubungi beberapa guru yang bersedia membantu.”

“Aku bersedia, Yang Jin Man-ssi,” sahut Yoon Eun Hye yang tiba-tiba menampakkan diri di depan pintu.

“Ya ampun! Aku hampir mati karena serangan jantung!” seru Jin Man kaget.

Eun Hye menahan tawa, begitu juga dengan para siswa.

“Aku akan mendampingi mereka baik saat latihan dance maupun latihan vokal.” Eun Hye menawarkan diri untuk mendampingi siswa Black Class.

“K, kenapa kau mau melakukannya?” tanya Jin Man sedikit gugup karena tak percaya bahwa Eun Hye begitu baik pada mereka.

“Bukankah dari awal sudah ku katakan bahwa aku akan membantumu mencetak generasi idol yang berkualitas? Aku dan Narsha akan membantumu mendampingi mereka. Kau tidak perlu cemas,” kata Eun Hye santai.

Jin Man tersenyum. Apa yang dikatakan oleh Eun Hye memang benar. Selama masih ada orang-orang yang bersedia membantunya, Jin Man tidak perlu khawatir kalau para siswanya akan tersisih.

Matahari masih enggan kembali ke peraduan di ufuk barat. Sore ini, sesuai jadwal yang sudah disusun bersama dengan Joy, Jiyeon akan melakukan olahraga yang sudah menjadi kegiatan rutinan untuk dirinya dan Joy. Godaan untuk tidak melakukan sesutu yang baik memang selalu bersarang di pikiran dan hati manusia. Hal itulah yang menyerang Jiyeon. Dia dan Joy sudah berpakaian rapi. Kostum olahraga yang mereka pakai memiliki warna yang senada, yaitu warna merah.

“Yaak! Ayo cepatlah!” teriak Joy yang sudah tak sabar ingin berlari mengelilingi lapangan sekolah bersama Jiyeon. Keinginan yang menggebu-gebu tersebut harus ternoda gara-gara Jiyeon yang tidak ingin menggerakkan tubuhnya sedikit  saja dari tempat tidur.

Joy telah berusaha menarik tangan Jiyeon agar gadis gemuk itu segera bangkit dan mengikuti langkahnya menuju lapangan sekolah.

“Aku ngantuk sekali, Joy. Besok saja kita lari mengelilingi lapangan sebanyak mungkin.” Jiyeon masih berpelukan erat dengan bantal kesayangannya.

“Iiish! Kau memang pemalas sejati!” seru Joy kesal. “Terserahlah! Jika kau tidak bisa ikut showcase, itu karena salahmu sendiri.” Joy melangkah keluar dari kamar.

Braakk!
Pintu kamar setengah dibanting oleh Joy hingga meninggalkan rasa kaget yang dirasakan oleh Jiyeon.

“Ada apa dengan gadis itu?” gumam Jiyeon seraya bangkit dari posisi tidur yang memeluk bantal kesayangannya.

Cekleeek!
Jiyeon membuka pintu yang ditutup kasar oleh Joy tadi. Dia berniat menyusul Joy dan meminta penjelasan tentang sesuatu yang membuat gadis itu membanting pintu kamar mereka.

“Park Joy!” seru Jiyeon yang berusaha berlari mengejar Joy. Punggung gadis bermarga Park yang lihai dalam tari balet itu sudah tak nampak lagi. Jiyeon berlari dengan nafas terengah-engah karena kondisi badannya yang gemuk membuatnya cepat lelah. “Aku benci badan gemuk!” pekiknya saat menghentikan langkah untuk istirahat sejenak dan mengatur nafas.

“Hei Gendut! Apa yang sedang kau lakukan di sini?”

Jiyeon mendengar suara seorang gadis yang menyebutnya gendut. Dia spontan menoleh ke arah gadis itu.

“Maksudmu aku?” tanya Jiyeon polos.

“Siap lagi kalau bukan dirimu?” ejek Krystal yang berdiri angkuh di samping Jiyeon. “Di sekolah ini hanya ada satu orang siswa yang berbadan gendut, yaitu kau, Park Jiyeon.”

Jiyeon geram melihat sikap angkuh Krystal yang tiada ampun. “Gurae, aku memang gendut dan jelek, tak ada apa-apanya jika dibandingkan denganmu. Sudah puas, eoh? Itu kan yang kau mau?” Tak banyak kata lagi yang keluar dari mulut Jiyeon. Dia langsung mengambil langkah untuk menjauh dari gadis angkuh bernama Jung Krystal itu.

“Dia benar-benar mengesalkan! Niatku baik. Tapi dia sungguh tidak menyadari hal itu. Aaaakh! Menyebalkan!” teriak Joy saat dirinya telah sampai di ruang latihan dance. Joy menendang dinding ruang latihan hingga ia sendiri merasakan linu di kakinya.

“Yaaak! Jangan menendang dinding sembarangan!”

Joy mendelik kesal. Kekesalannya bertambah saat melihat siapa yang mengatakan kalimat menyebalkan tadi. “Apa urusannya denganmu, eoh?” Joy pun terpancing emosi.

Sehun mendekati Joy dengan langkah perlahan. Peluh yang menetes di pelipisnya membuat pria itu terlihat lebih cool. “Kalau kau ingin mengungkapkan kekesalan, bukan di sini tempatnya. Tempat ini digunakan untuk latihan.”

Apa yang dikatakan oleh Sehun memang benar. Bodohnya Joy.

“Aku memang ingin latihan. Memangnya kenapa? Tidak boleh?” Joy selalu bicara sewot pada Sehun yang sudah dicap sebagai ‘Orang yang Menyebalkan’.

Sehun menarik nafas panjang. “Gurae, aku tantang dirimu. Ayo battle dance denganku.”

“Mwo?”

Jiyeon berjalan gontai mencari Joy yang tak karuan ke mana perginya. Dia lelah dan dan bertenaga berlari ke sana kemari namun tak kunjung menemukan sahabat barunya itu.

Sore berganti malam. Jiyeon tetap mencari Joy sampai di sekolah. Dia berjalan menuju lapangan basket, tempat Joy bermain basket bersama Lay. Ketika sampai di lapangan basket, Jiyeon hanya melihat Lay yang tengah asyik bermain basket seorang diri.

“Lay-ssi! Kau lihat Joy?” tanya Jiyeon yang memutuskan untuk menghampiri Lay.

Lay menghentikan aktifitasnya bergelut dengan bola  basket yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil. “Jangan memanggilku seformal itu!” Lay menatap Jiyeon. “Park Joy? Anhi, aku tidak melihatnya. Sedari tadi aku hanya bermain sendiri. Memangnya ada apa?”

Jiyeon duduk di sembarang tempat di atas lantai basket. “Kalau kau tidak ingin dipanggil dengan sebutan itu, lalu aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?”

“Panggil saja Lay.”

“Lay? Ah, tidak enak didengar.”

“Yaak! Apa maksudmu tidak enak didengar? Sembarangan,” gerutu Lay.

“Siapa nama aslimu?” tanya Jiyeon.

“Zhang Yixing. Kenapa? Ada masalah?”

“Kenapa kau sewot begitu? Tidak ada masalah. Gurae, aku akan memanggilmu dengan nama Yixing saja. Aku rasa nama Lay sedikit aneh. Bagaimana kalau seperti itu, Yixing-a?”

Lay tidak habis pikir bisa bertemu orang seaneh Jiyeon. Menurutnya, siswa SMA Kirin yang sekarang ini sedikit aneh dibandingkan dengan siswa-siswa tahun sebelumnya yang telah sukses menjadi bintang. “Terserah.”

“Hmmm… kau mau mengajariku basket?” tanya Jiyeon untuk kesekian kalinya.

Lay sedikit kesal pada gadis berbadan gemuk yang bertanya terus menerus. “Kau bisa memintanya pada Joy. Aku sibuk.”
.jiyeon memanyunkan bibirnya. Dia bangkit dari duduknya, membersihkan celana di bagian bokong yang terkena debu karena duduk di lantai lapangan basket. “Gurae, terimakasih atas infonya.” Jiyeon berlalu begitu saja meninggalkan Lay.

Joy menerima tantangan Sehun untuk melakukan battle dance dengannya. Kedua orang itu memiliki basic dance yang berbeda. Joy memiliki basic balet sedangkan Sehun memiliki basic Hiphop dance. Setelah 10 menit melakukan battle dance, keduanya beriatirahat dengan duduk bersandar pada dinding ruang latihan. Nafas yang terengah-engah dan peluh yang belum berhenti menetes menjadi saksi keletihan mereka berdua.

“Dance-mu cukup bagus,” puji Sehun pada Joy yang memejamkan matanya dan menghela nafas panjang.

“Jangan mengejekku. Apa gunanya dance bagus kalau kami tidak diizinkan ikut Showcase,” ketus Joy yang masih memejamkan kedua manik matanya.

Sehun terkejut mendengar pernyataan Joy. “Apa maksud kata-katamu itu?”

Joy membuka matanya. “Kata-kata yang mana?” tanyanya polos.

“Kau bilang kalian tidak diizinkan ikut Showcase.”

Sehun telah menyelesaikan kalimatnya. Seketika itu ekspresi Joy berubah murung dan menyebabkan Sehun penasaran dengan yang terjadi pada Black Class akhir-akhir ini.

“Yaak! Jelaskan padaku! Apa maksudmu itu?” Sehun menuntut penjelasan pada Joy.

“Baiklah, akan aku beberkan semuanya agar keburukan Lee Kang Chul tidak hanya dilihat oleh Black Class. Dengarkan baik-baik! Kepala sekolah Lee Kang Chul tidak mengizinkam kami ikut dalam acara Showcase pertama tahun ajaran sekarang karena dia mendengar kata-kata ejekan dari mulut Taeyong. Sudah puas?” Joy berlagak sewot pada Sehun.

Sehun duduk di sebelah Joy, bersandar pada dinding ruang latihan dan menyelonjorkan kedua kakinya. “Benarkah? Aku tidak menyangka kalau Kepala Sekolah setega itu.”

“Mungkin bagimu kepala sekolah itu orang yang harus diagungkan. Tapi menurut kami, hal itu tidak boleh dilakukan. Bagaimana bisa seseorang yang telah mencapai usia tua masih bertingkah layaknya anak kecil? Jika dipikir secara logika, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah Lee sangat tidak wajar. Karena alasan yang tak masuk akal bisa membuat beberapa orang kehilangan impian dan cita-cita,” ungkap Joy dengan penuh kekesalan.

Sehun diam dan menyimak apa yang telah dibeberkan oleh Joy. “Aku lihat kau benar-benar serius mengungkapkannya.”

“Yaak! Bagaimana aku tidak serius jika kelasku tidak diizinkan ikut Showcase? Bayangkan saja jika kau merupakan salah satu dari kami. Ah, kau tidak akan bisa memahaminya. Orang sepertimu tidak akan pernah merasakan bagaimana sakitnya disisihkan seperti ini.” Joy meluapkan semua kekesalannya pada Sehun yang tak tahu apa-apa. “Aku telah menyerah pada mimpiku sebagai seorang balerina. Aku yakin kemampuanku menari balet akan menghantarkanku menjadi seorang idol seperti yang aku impikan. Tapi jika di langkah awal sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Bukan hanya aku, Jiyeon, Lay, Taeyong, dan semua yang masuk dalam Black Class tidak akan memiliki kesempatan yang sama dengan kelasmu.” Joy tak sanggup menahan airmata yang sedari tadi ingin menyeruak keluar dari sudut matanya yang indah itu.

“Park Joy… bersabarlah! Kau dan teman-temanmu pasti akan diizinkan ikut Showcase.” Sehun berusaha menghibur Joy yang telah dilanda putus asa.

“Bagaimana caranya? Katakan padaku bagaimana caranya agar kami bisa ikut Showcase!”

Dahi Sehun berkerut. Dia berpikir keras untuk menemukan cara agar Black Class dapat mengikuti Showcase yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

“Kami tak mungkin bisa latihan dengan maksimal. Ruang latihan diblokir oleh kepala sekolah,” lirih Joy dalam keputus asaan.

“Yaak! Kau ingat apa yang pernah dialami oleh Go Hyemi, Kim Pil Suk dan siswa lain yang satu kelas dengan mereka? Mereka tidak dapat mengikuti Showcase yang sesungguhnya namun akhirnya mereka mengadakan Showcase dengan usaha sendiri. Mereka tidak dapat berlatih di ruang latihan karena diblokir dan akhirnya mereka latihan di gudang, tempat Jin Guk dan gengnya berkumpul. Kalian bisa mengikuti jejak mereka,” usul Sehun dengan ekspresi sumringah. Namun tak disambut sumringah oleh Joy. Dia tetap menekuk wajahnya meski airmata sudah tak menetes lagi dari kedua manik matanya.

“Bisakah kau beri ide yang lainnya? Apakah sejarah harus terulang lagi?”

Sehun bingung. Apa yang harus ia katakan pada Joy? Saat ini tak ada satu pun ide yang muncul dalam otaknya. Tidak seperti bisasanya, Sehun yang biasanya memiliki banyak ide gila, kini tak ada ide yang dapat ia sampaikan padaa Joy.

“Joy!” panggil seseorang dari arah pintu masuk ruang latihan.

Joy dan Sehun menoleg ke arah orang itu. Ya, Jiyeon berdiri tepat di depan pintu masuk yang telah tertutup.

“Jiyeon-a…” lirih Joy terkejut melihat Jiyeon membungkukkan badannya dengan nafas ngos-ngosan.

“Selamat! Kau telah membuatku ngos-ngosan dalam waktu yang cukup lama. Aku mencarimu ke mana-mana tapi kau tidak ada. Rupanya kau ada di sini,” terang Jiyeon masih terengah-engah. Ia mengedarkan pandangan ke segala sudut ruangan. “Kau latihan di tempat ini?” pekik Jiyeon yang baru menyadari bahwa dirinya sedang berada di ruang latihan koreografi.

Joy mengangguk. “Memangnya kenapa?”

“Bukankah kepala sekolah sudah memblokir tempat ini untuk kelas kita?”

“Mwoya?” Terdengar suara Sehun yang ingin ikut nimbrung dalam percakapan kedua gadis di depannya itu.

Jiyeon dan Joy terdiam.
“Itulah kebenarannya,” lirih Jiyeon yang tiba-tiba memasang tampang menyedihkan.

“Aku punya ide,” kata Sehun yang sukses membuat Jiyeon dan Joy membulatkan mata mereka.

“Mwoya? Katakan padaku!” Jiyeon ingin sekali mendengar ide yang akan diberikan oleh Sehun.

“Aku tidak yakin kau akan membantu kami.”

“Joy-a, dengarkan dia dulu,” bujuk Jiyeon.

Joy menurut. Akhirnya dia dan Jiyeon mendengar ide yang diberikan oleh Sehun untuk membantu Black Class latihan di tempat yang memang selayaknya mereka dapatkan. Sehun bicara dengan berbisik agar tak ada orang lain yang dapat mendengar suaranya karena hal yang ia sampaikan merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan siswa Black Class.

“Kau yakin mereka akan membiarkannya?” tanya Joy yang merasa tak yakin kalau ide Sehun itu akan berhasil.

“Apa salahnya kalau kita coba?” sahut Jiyeon dengan penuh keyakinan kalau ide itu akan berhasil, berbeda dengan Joy.

“Eoh, dia benar. Kalian harus mencobanya. Hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membantu kalian.” Sehun menatap Jiyeon dan Joy bergantian.

Joy mengangguk kecil. “Baiklah, semoga berhasil.”

Kriiiiing!!
Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa berhambur menuju ruang kelas mereka masing-masing. Hari ini pada jam pertama, Black  Class akan menerima pelajaran Bahasa Inggris, yaitu pelajaran yang tidak begitu berkaitan dengan musik. Beberapa siswa telah memprotes kurikulum yang diterapkan oleh pihak sekolah, termasuk pemberian pelajaran yang tidak menyangkut dunia musik. Namun pihak sekolah bisa menyangkalnya dengan mengatakan bahwa semua pelajaran yang mereka terima sudah teruji dan terbukti dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam bermusik, tari, dan tarik suara.

Tap tap tap!
Suara sepatu Narsha memenuhi ruang dengar para siswa Black Class yang telah duduk berjajar di atas bangku masing-masing. Mereka tampak tidak bersemangat menerima pelajaran hari ini.

“Good morning, Students!” sapa Narsha pada seluruh siswa

“Morning,” sapa para siswa dengan lesu.

Narsha berusaha mengumbar senyumnya agar para siswa yang duduk di depannya juga dapat menunjukkan senyum mereka. Namun sayangnya apa yang ia lakukan di depan siswanya sama sekali tak mendapat perhatian. “Ada apa dengan kalian?” tanya Narsha dengan menatap siswanya satu per satu.

Tak ada jawaban yang masuk di telinga Narsha.

Taeyong mengangkat tangannya seakan ia ingin bertanya.

“Lee Taeyong, kau ingin bertanya?” tanya Narsha.

Taeyong bergeming sejenak sebelum mengatakan sesuatu pada Narsha.
“Saem, bisakah Anda bujuk kepala sekolah untuk menarik kembali ucapannya dan mencabut keputusannya terkait Showcase untuk kelas kami?”

Narsha mengerutkan dahi. “Mm, masalah itu… aku belum dapat memastikan apakah bisa membujuk kepala sekolah atau tidak. Sebenarnya kalian bisa membujuknya sendiri.

“Bagaimana caranya? Apakah kami harus berlatih tanpa mengenal istirahat?” tanya Joy ketus.

“Yaak! Jaga ucapanmu!” lirih Jiyeon seraya menyenggol siku milik Joy.

“Benar. Kalian harus latihan intensif. Tunjukkan pada kepala sekolah kalau kemampuan kalian itu sama dengan White Class dan kalian juga berhak mendapat kesempatan yang sama dengan mereka.”

“Saem, bagaimana kami bisa latihan jika kepala sekolah memblokir semua ruang latihan?” tanya Taeyong lagi.

Pertanyaan Taeyong merupakan pertanyaan yang cukup sulit dijawab. Narsha belum dapat menemukan jawaban yang pas untuk pertanyaan itu..

“Aku tahu cara untuk mendapatkan fasilitas itu,” ungkap Jiyeon.

Semua mata tertuju pada Jiyeon. Dengan penuh percaya diri, Jiyeon tersenyum pada seluruh temannya di Black Class.

“Kau benar-benar akan melakukannya? Bagaimana jika White Class tidak terima?” bisik Joy pada Jiyeon.

“Hal itu bisa kau pikirkan belakangan,” jawab Jiyeon santai.

Jam istirahat tiba. Seketika itu, Jiyeon langsung berhambur keluar kelas. Entah apa yang akan dilakukan oleh gadis itu.

“Apa yang akan dia lakukan?” tanya Taeyong pada Joy yang baru selesai memberesi buku-bukunya.

“Entahlah. Ayo kita lihat!” Joy beranjak dari bangkunya, disusul Taeyong yang berlari di belakangnya.

Joy dan Taeyong berlari menyusul Jiyeon yang telah melewati lorong menuju ruang latihan koreografi. Dia begitu percaya diri melewati lorong yang hanya diperuntukkan bagi siswa White Class.

“OMG! Jangan-jangan dia…” Joy harus dapat menahan Jiyeon yang ingin menerobos masuk ke dalam ruang latihan siswa White Class. “Cepatlah! Sebelum Perang Dunia 3 dimulai!” serunya pada Taeyong yang mencoba mengimbangi kecepatan lari gadis bermarga Park itu.

Cekleek!
Jiyeon berhasil sampai di depan ruang latihan dan langsung membuka knop pintu yang ternyata tidak dikunci. Tubuh besarnya masuk melalui pintu yang lebarnya sama dengan lebar tubuhnya. Semua mata pun tertuju pada tubuh besar itu.

Kim Jaejoong, guru koreografi yang baru, takjub melihat gadis gendut masuk ke dalam ruang latihan itu. Dia tak menyangka bahwa Kirin Art School yang sudah terkenal dengan siswa berbakatnya itu memiliki seorang siswi berbadan gemuk seperti Jiyeon.

“Yaak! Kim Pilsuk 2! Sedang apa kau di sini?” seru Krystal dengan merendahkan.

Jiyeon tak ingin adu mulut atau berkelahi dengan gadis sombong itu. Bukan itu tujuannya mendatangi White Class.

“White Class! Siapa ketua kelas kalian?” tanya Jiyeon dengan tatapan mata serius.

Semua terdiam hingga akhirnya beberapa orang diantara siswa White Class menunjuk Sehun sebagai ketua kelas mereka.

Sehun hanya bisa menoleh kanan-kiri melihat sekelilingnya. “Kenapa aku?”

“Sehun-ssi, bisakah kita bicara empat mata?”

“Jangan bicara empat mata dengan siswa White Class!” Suara Krystal terdengar lagi.

“Kajja!” ucap Sehun pelan.

Jiyeon pun mengikuti langkah kaki Sehun yang tertuju pada sebuah ruang musik kosong tak jauh dari ruang kelasnya tadi.

“Bicaralah!” perintah Sehun pada Jiyeon. Ia bersandar pada dinding ruangan dan menunggu gadis gendut yang berdiri di sebelah pintu itu membuka mulutnya dan mengatakan beberapa patah kata.

“Aku mendatangi kelasmu untuk membicarakan ide yang kau katakan semalam,” terang Jiyeon.

Sehun melirik Jiyeon lalu mengalihkan pandangan matanya pada sebuah piano yang tengah duduk manis di depannya. “Kenapa terburu-buru?”

“Yaak! Apa maksudmu? Tentu saja harus terburu-buru. Showcase semakin dekat. Kau pikir kami adalah mesin yang harus melakukan ini itu setiap hari tanpa mengenal lelah. Jika waktu semakin mendesah, kami tidak dapat menyelesaikan latihan dengan maksimal. Atau… itu yang kalian inginkan? Kalian menginginkan kelas kami hancur, bukan?”

Sehun mulai terpancing emosi. Laki-laki itu tergolong orang yang belum dapat mengontrol emosinya sendiri dengan baik alias masih labil. “Kenapa kau selalu berpikir hal buruk pada kelasku? Kau kira pemisahan kelas adalah rencana kami selaku White Class? Jangan berspekulasi seenakmu saja. Aku juga tidak menyukai pemisahan kelas ini,” tukas Sehun yang ingin sekali menjelaskan pada Jiyeon bahwa sebenarnya dirinya juga tidak menginginkan pemisahan kelas berdasarkan kemampuan dan mungkin kepopuleran.

“Kalau begitu, bantulah kelasku. Aku mohon, Sehun-ssi,” lirih Jiyeon dnegan kepala tertunduk.

Sehun merasakan hatinya bergetar mendengar permintaan Jiyeon yang ia keluarkan dari dalam lubuk hati yang terdalam.

“Aku mohon, tolonglah kelasku. Jika kau tidak ingin menolongku, setidaknya tolonglah teman-temanku. Hanya itu yang aku inginkan. Jangan sampai mereka putus asa dan tak ada yang memandang kemampuan mereka.” Jiyeon hampir menangis mengatakan sesuatu yang ia pikir begitu memalukan untuk diucapkan sebagai seorang wanita.

Joy dan Taeyong mengintip Sehun dan Jiyeon dari luar ruangan. Mereka meneteskan airmata haru melihat pengorbanan Jiyeon.

“Aku tidak menyangka kalau Jiyeon akan melakukan hal itu. Dia mempermalukan dirinya sendiri,” bisik Joy pada Taeyong yang berusaha menahan tangisnya.

Sehun masih belum memberikan respon. Di hanya tidak ingin termakan bujuk rayu siapapun. Membantu Black Class mendapatkan fasilitas yang sama dengan White Class bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah. Ia harus mempertaruhkan statusnya di sekolah Kirin. Jika suatu hari nanti dia ketahuan membantu Black Class, entah apa yang akan terjadi padanya. Sehun melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kelas Kim Jaejoong hanya karena meladeni gadis gendut seperti Jiyeon.

“Sehun-ssi…” lirih Jiyeon.

“Baiklah, aku akan membantu kalian. Tapi… aku punya satu syarat yang harus kau penuhi. Aku akan memberikan bantuan sedikit di awal. Jika kau berhasil memenuhi syarat yang ku ajukan, aku akan membantu kalian sepenuhnya dan aku jamin kalian bisa ikut Showcase.”

“Benarkah?” Jiyeon tak percaya kalau Sehun akan menolong kelasnya. “Baiklah, aku akan melakukan apapun yang kau ajukan sebagai syaratnya.”

Sehun menyunggingkan senyum tipisnya. “Baguslah. Sekarang dengarkan baik-baik.”

Jiyeon memasang kedua telinganya untuk mendengarkan penjelasan Sehun.

“Kecilkan tubuhmu. Ketika kau sudah dapat melakukannya, aku akan menepati janjiku. Bagaimana?”

Dahi Jiyeon berkerut. “Apa hubungannya tubuhku dengan teman-temanku?”

“Yaak! Rupanya kau belum paham ya. Kau bisa menghancurkan Showcase teman-temanmu jika tubuhmu sebesar ini. Sekarang aku akan bertanya padamu. Apakah kau bisa menari sebaik Joy? Apakah kau bisa bergerak bebas dan lincah seperti Krystal? Apakah kau bisa…”

“Aku bisa. Aku akan melakukannya. Yang perlu kau lakukan adalah menepati janjimu tadi, Oh Sehun. Saat aku sudah mengecilkan tubuhku, aku akan mendatangimu dan menagih janjimu itu.”

Sehun tersenyum senang. “Bagus, bagus sekali. Aku suka semangatmu itu, Park Jiyeon. Aku tunggu perubahanmu.” Sehun menjejakkan kakinya menuju pintu dan dalam hitungan detik, dia sudah duduk kembali di atas bangkunya, menyimak penjelasan Jaejoong.

Joy dan Jiyeon berjalan ke arah asrama putri. Mereka berdua terdiam membisu dan asyik dalam pikiran mereka masing-masing.

‘Apakah aku bisa melakukannya?’ tanya Jiyeon dalam hati. ‘Bagaimana jika aku mengecewakan teman-temanku? Aku akan merasa lebih buruk daripada saat ini.’

“Park Jiyeon! Berhenti sebentar!”

Sontak, Jiyeon dan Joy menghentikan langkah kaki mereka lalu memutar badan mereka.

Kedua manik mata Jiyeon dan Joy terbelalak saat melihat sosok idol yang mereka puja tengah berdiri di depan mereka berdua. Senyum terkembang di wajah cantik kedua gadis itu.

Tbc

Dream High 3 [Chapter 5]

dh-3

Cast:

Jiyeon, Sehun, Krystal, Taeyong, Joy, Lay

Genre

AU, Drama, Friendship, Romance, School Life

Length:

Multichapter

Rating:

PG-13

Previous Chaps are Kak Ica’s Own

Cover and Storyline this chap belong to me.

Sorry for typos, leave your comment after read it!

happy reading

*****

Taeyong mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Teman-temannya sudah terlanjur penasaran. Jadi, dia harus mengatakan ide brilliant yang masih disimpannya.

“Kau terlalu lama,” gerutu Joy yang menyangga kepalanya dengan tangan kanan di atas meja.

Taeyong masih saja tersenyum senang. “Ah, ideku adalah… bagaimana kalau kita mengajak Henry Lau untuk menjadi guru musik kita?”

“Mwo? Henry Lau? Menagajak katamu? Kau pikir kita sedang main petak umpet?” Lagi-lagi Joy buka suara untuk meremehkan pendapat Taeyong.

“Yaaak! Gadis sombong! Seenaknya saja kau membuka mulutmu dan berkata tidak sopan seperti itu. Kau pikir seorang penyanyi terkenal seperti Henry Lau adalah penyanyi murahan? Suaranya cetar membahana dan dia pandai bermain alat musik, siapa yang tidak kagum melihat penampilan Henry?” Taeyong tidak terima jika idenya ini dianggap gila atau malah diremehkan.

“Sudahlah, jangan bertengkar! Kalian sudah SMA, bukan anak SD lagi. Siapa yang punya pendapat lagi?” tanya Jin Man menengahibpertengkaran kedua orang hagsaengnya.

“Seonsaengnim!” Jiyeon angkat tangan.

“Eoh, Park Jiyeon! Apa pendapatmu?” tanya Jin Man santai seperti di pantai.

“A, aku tidak punya pendapat. Aku hanya sepakat dengan Taeyong.”

“Yaak! Itu namanya pendapat,” sahut Taeyong.

Jiyeon manggut-manggut. Tampang polosnya kadang membuat teman-temannya jengkel. Merek selalu bertanya-tanya ‘Kenapa ada orang sepolos itu?’

“Baiklah, aku yang akan menghubungi Ji Young.” Naara tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

“Naara-ssi… aku senang kalau kau bersedia masuk ke dalam kelas ini,” sambut Jin Man dengan senyum menawan khas dirinya.

“Gomawo, Jin Man-ssi. Aku memang akan masuk ke kelas ini.” Naara mengayunkan kakinya, menapaki lantai kelas yang bersih itu. Saat tengah berada diantara bangku-bangku hagsaeng, dia berhenti lalu menatap hagsaeng Black Class satu persatu. “Aku akan membawa Henry ke sini. Hubunganku dengannya bisa dikatakan dekat. Kami pernah berada dalam satu acara reality  Show di program tv SBS.” Naara menarik nafas panjang dan memamerkan deretan giginya yang nampak rapi. “Aku yakin kalian bisa menjadi bintang. Itulh alasanku mendukung kelas ini. Aku ingin mendidik kalian menjadi bintang yang benar-benar berkualitas. Kita harus mulai dari nol.”

“Ya, Naara benar. Seorang bintang yang belajar dari nol tidak akan mudah menyombongkan diri. Justru mereka yang sudah memiliki ketenaran dan kemampuan lebih, yang akan mudah menjadi sombong,” tambah Jin Man. Dia sangat bersemangat saat Naara datang untuk mendukung kelasnya.

Jiyeon dan hagsaeng lainnya merasa termotivasi oleh kata-kata Jin Man dan Naara. Ini artinya mereka bisa mengalahkan White Class yang notabennya adalah kelas para idola, hagsaeng yanh memiliki kemampuan di atas rata-rata.

“Jiyeon-a, sepertinya kita harus memulai pelajaran diet hari ini juga. Kau tidak ingin dilecehkan oleh hagsaeng dari White Class, kan?” bisik Joy pada Jiyeon yang duduk manis di depannya.

Jiyeon dapat mendengar suara Joy dengan jelas. Dia pun mengangguk, mengiyakan kalau dirinya bersedia memulai diet hari ini juga.

Pelajaran vokal yang seharusnya diisi dengan materi nada-nada dasar dan teknik pernafasan malah diisi dengan peningkatan motivasi oleh Naara dan Yang Jin Man. Saat ini yang terpenting adalah semangat para hagsaeng. Semangat bisa merubah segala sesuatu dalam waktu singkat. Itulah yang ada dalam pikiran Jin Man.

Kelas vokal telah berakhir. Sesuai jadwal, saat ini para hagsaeng waktunya beristirahat. Waktu istirahat dapat mereka gunakan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan.

Jiyeon dan Joy sedang duduk di kursi kantin sekolah. Mereka berdua hanya menatap segelas air putih yang telah duduk manis di atas meja, tentunya di depan mereka masing-masing.

“Aku harus minum ini?” tanya Jiyeon dengan tampang lesu.
“Tentu saja. Kau harus minum air mineral, jangan makan coklat, makanan cepat saji, makanan berminyak, dan yang lainnya. Kau harus makan makanan yang berserat tinggi. Pilihlah buah dan sayur. Aku telah menentukan menu makanan untukmu. Dengarkan!”

Jiyeon bersiap mendengarkan lanjutan kata-kata Joy. Di senang sekali karena Joy sudah bersedia membantunya untuk diet secara alami tanpa obat-obatan. “Cepat katakan! Apa saja?”

“Menu makanmu untuk sarapan adalah sayuran hijau, daging, sedikit nasi ditambah segelas susu. Kau paham?”

Jiyeon mengangguk cepat. “Lalu apa yang harus aku makan untuk siang dan malam hari?”

“Siang hari, kau harus makan sayuran, sedikit daging, kentang dan buah segar. Minumnya air mineral.”

“Kentang?” tanya Jiyeon bingung.

“Kentang sebagai pengganti nasi. Malam hari kau hanya boleh makan sayur dan buah. Minumnya tetap air mineral. Jangan sekali-kali minum minuman yang mengndung gula dan air dingin karena keduanya akan membuatmu semakin gemuk. Ah, aku lupa. Untuk kentangnya, pagi 2 buah kentang rebus dan siang hari hanya satu kentang rebus. Kau tidak boleh makan makanan yang digoreng dan dipanggang. Araseo?”

Jiyeon mendelik kesal. Kenapa hanya itu yang boleh ia makan? Diet benar-benar merepotkan.

“Jika kau bisa melakukannya dalam waktu 2 bulan, tubuhmu bisa selangsing tubuhku. Jangan lupa untuk berolahraga. Kau mau, kan?”

“Uwaah, daebak! Kau adalah guru diet terbaik, Joy. Aku suka. Tapi… apakah aku bisa melakukan itu semua?”

“Kau harus yakin kalau kau bisa melakukannya. Anggap saja diet itu mudah. Kau hanya perlu melakukan itu. Jangan makan makanan selain yang aku sebutkan tadi.”

“Baiklah. Aku akan memulainya hari ini juga.”

Joy dan Jiyeon tersenyum namun senyum mereka berdua hilang seketika saat seorang namja bernama Oh Sehun lewat di depan mereka.

“Sehun-a!” panggil seseorang dari jarak yang cukup jauh.

Namja bernama Oh Sehun itu berhenti dan menoleh ke arah belakang. Dahinya berkerut, mungkin dia tak tahu siapa yang memanggilnya tadi. Joy dan Jiyeon menatap namja itu lekat-lekat, memperhatikan apa yang dia lakukan di tempat itu.

“Waah, Taeyong-a!” seru Sehun dengan mata terbelalak saat melihat namja yang datang mendekatinya.

“Baru kemarin bertemu denganmu tapi aku merasa sudah lama kita tak bertemu.” Taeyong merangkul bahu Sehun. Tinggi mereka hampir sama. Jadi, tidak ada kesulitan bagi Taeyong untuk merangkul bahu sahabatnya itu.

“Orang aneh berteman dengan orang yang aneh pula. Benar-benar jodoh,” lirih Joy.

“Apa katamu?” Rupanya Sehun mendengar kata-kata Joy.

Joy membulatkan kedua matanya. Dia tidak menyangka kalau Sehun bisa mendengarnya tadi. “Anhi. Aku hanya membaca pesan di ponselku. Memangnya kenapa?”

“Ekspresimu itu mengatakan kalau kau berbohong. Kurang ajar sekali kau!” seru Sehun.

Jiyeon menyenggol siku Joy. Dia meminta Joy untuk diam saja dan tidak menanggapi namja bermarga Oh itu. “Joy, sudahlah. Jangan bertengkar mulut lagi. Kau tidak akan menang melawannya.”

Bukannya membuat Joy tenang, ucapan Jiyeon itu justru membuat Joy semakin naik darah. “Aku yang akan melawannya!” lirih Joy yang tak berhenti menatap Sehun setajam silet.

“Park Sooyoung, tutup mulutmu! Jangan pernah mengatakan hal-hal buruk di depan kami!” Taeyong angkat bicara.

“Memangnya siapa kalian sehingga kami tidak boleh berkata begitu? Jika ada yang mengatakan kalau kalian orang aneh, itu adalah fakta. Jadi, jangan salahkan orang yang mengatakannya. Salahkan diri kalian sendiri!” bentak Joy.

Sementara itu, Jiyeon menutup wajahnya lalu memegang kepalanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk memisahkan dua namja itu dari Joy. Jika seperti ini terus, bisa-bisa sekolah akan heboh karena ulah mereka bertiga.

“Yaak! Jaga ucapanmu! Kau yang gafis aneh. Seharusnya seorang ballerina itu bersikap lembut. Kau malah sebaliknya,” seru Sehun tak terima dikatakan aneh oleh Joy.

“Keumanhe, Joy. Kau bisa dihukum oleh Kepala Sekolah,” bisik Jiyeon yang sama sekali tak digubris oleh Joy.

“Apa yang kau katakan tadi, eoh? Kalau kau tidak tahu apapun, duduk dan diam saja. Jangan mengatakan hal yang menyakiti orang lain.” Joy membalikkan diri lalu beranjak dari tempat itu. Dia tak peduli pada hagsaeng yang menatapnya aneh. Aneh? Ya, dia merasa bahwa dirinya adalah orang aneh.

Jiyeon berhambur mengejar Joy yang sudah menuruni tangga. “Joy! Berhenti! Yaak! Park Joy, gidaryeo!” teriak Jiyeon yang terus mengejar Joy dengan nafas ngos-ngosan.

Tiba-tiba….
Bruukkk!!

“Yaak! Kalau berjalan, liat orang yang ada di depanmu. Jangan menabrak seenak dahimu!” umpat Lay yang tertabrak tubuh besar Jiyeon.

“M, mianhae. Jongmal mianhae. Aku tidak sengaja. Apakah kau baik-baik saja?” tanya Jiyeon gugup bercampur panik karena khawatir pada Joy yang sudah tak karuan pergi ke mana. “Mian, aku buru-buru.” Jiyeon mulai berlari lagi namun tangannya ditahan oleh Lay.

“Kau mau ke mana? Bukankah sebentar lagi kelas akan dimulai?”

“Aku harus mengejar Joy. Mian.” Jiyeon melepaskan pegangan tangan Lay lalu berlari menyusul Joy. Dia tahu ke mana Joy pergi. Gadis itu pasti kembali ke asrama.

Lay menatap punggung besar Jiyeon dari belakang. “Joy?” lirihnya.

Tap tap tap!

Suara hentakan kaki Jiyeon terdengar jelas di telinga. Apalagi koridor yang ia lewati sepi, tak ada seorang pun karena semua hagsaeng sedang belajar di sekolah.

Jiyeon tiba di depan kamarnya. Dia memutar knop pintu kamar itu namun tak bisa, seseorang telah menguncinya dari dalam kamar. Jiyeon yakin orang itu adalah Joy.
“Joy, buka pintunya. Ada apa denganmu?” tanya Jiyeon dengan hati-hati. Dia tidak ingin kata-katanya malah menyakiti hati Joy.

Joy terdiam di dalam kamar. Dia tak berkeinginan menjawab pertanyaan Jiyeon. Saat ini dia hanya ingin sendiri. Kata-kata dari seorang Oh Sehun telah melukai hatinya.

“Joy, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Jiyeon dengan suara memelas dan semakin lirih. “Kau tahu? Aku sampai ngos-ngosan mengejarmu. Kenapa kau tidak mau membuka pintunya?”

“Tolong diamlah, Jiyeon-a,” kata Joy di sela isak tangisnya. Gadis itu menangis di balik pintu. Dia masih terngiang ucapan Sehun yang mengatakan bahwa dirinya aneh dan tidak bersikap lembut layaknya seorang ballerina.

Jiyeon duduk bersandar pada daun pintu kamarnya. Dia tak tahu kalau Joy juga bersandar di balik pintu itu. “Joy, apakah kata-kata Sehun telah menyakiti hatimu? Aku tahu bagaimana rasanya, Joy. Aku juga pernah diejek olehnya. Dia memang orang yang tak mau mengerti orang lain. Dia… bukan tipe orang yang baik. Tapi aku yakin, dia tidak bermaksud berkata kasar pada kita. Mungkin dia hanya emosi.”

“Kau membelanya?” Suara Joy terdengar sedikit parau.

“Anhi. Aku ada di sisimu, Joy. Bukannya membela namja itu. Aku hanya ingin menghibur diriku sendiri dan menghiburmu. Aku ingin meyakini bahwa kata-kata kasarnya hanyalah sebuah candaan yang tak seharusnya kita masukkan dalam hati. Aku tidak bermaksud meremehkan apa yang Sehun katakan padamu, tapi… aku pernah diejek lebih parah dari dirimu. A, aku tetap tersenyum meski banyak yang mengatakan diriku ini balon, makhluk gendut, dan apapun itu.”

“Kau tidak marah?” tanya Joy dari dalam kamar.

“Aku ingin marah. Tapi bagaimana aku bisa marah? Apakah aku berhak marah? Apakah aku boleh marah pada orang lain? Biarkan saja mereka mengejek kita. Yang penting kita tetap bersikap baik pada semua orang. Kita harus tetap semangat. Kalau bisa, jadikan ejekan mereka sebagai motivasi untuk kita.”

Cekleeekk!!
Bruuukk!!

Jiyeon hampir saja terjungkal karena Joy membuka pintunya secara tiba-tiba. Joy membantu Jiyeon bangun karena gadis itu memiliki tubuh besar yang beratnya lebih dari 80kg. Joy tertawa melihat Jiyeon dalam posisi terlentang di depan pintu. Dia sendiri mengalami kesulitan membantu Jiyeon bangun. Tubuh berat itu malah membuatnya tertarik dan hendak jatuh menindih Jiyeon. Untung saja seseorang datang dan membantu Joy untuk membantu Jiyeon bangun dari posisinya.

“Kau?” Joy terbelalak melihat seorang Lay yang mau menolongnya.

“Wae?” tanya Lay santai. “Yaak! Park Jiyeon! Aku rasa kau harus segera diet. Bagaimana kalau tidak ada yang membantumu bangun? Tidak lucu kalau kau terlentang terus di depan pintu.”

“Gomawo, Lay-ssi,” ucap Jiyeon seraya membungkukkan badannya.

Joy memandang Lay yang berdiri di sampingnya. Dia mulai curiga pada namja bangsawan China itu.

“Tidak perlu berlebihan seperti itu. Kau pikir aku tontonan?”

Joy memanyunkan bibirnya.

“Lay-ssi, sedang apa kau di sini?” tanya Jiyeon polos.

“Tadi aku mengikutimu. Aku pikir ada sesuatu yang bahaya. Jadi, aku berjalan diam-diam di belakangmu. Ternyata benar, ada sesuatu yang terjadi pada kalian, kan?”

Jiyeon tersenyum malu. Lay bisa berpikir sejauh itu. Dirinya bahkan tak pernah berpikir seperti yang dipikirkan oleh Lay. “Kau benar,” kata Jiyeon sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Hal sepele yang memalukan baru saja terjadi akibat tubuh besarnya. “Ini karena tubuhku terlalu besar,” gerutu Jiyeon.

Lay dan Joy mengerutkan dahi mereka.

“Kau baru menyadarinya?” tanya Joy. “Kau harus diet!” tambahnya.

Jiyeon mengangguk mantab. “Aku akan melakukannya!” serunya yang sangat bersemangat ingin menurunkan berat badannya.

“Mwo? Kau serius?” Lay mengangkat kedua alisnya. Ia tak percaya kalau Jiyeon akan berhasil melakukan diet.

“Kau meragukanku? Kita lihat saja. Oh ya, kau kan pandai menari. Bagaimana kalau kau mengajariku?”

Lay belum mengeluarkan jawabannya. Dia bahkan bingung menjawab pertanyaan konyol itu. “Aku tidak janji.”

“Yaak! Jangan libatkan namja dalam misi kita ini. Kau bisa minta tolong padaku. Apakah seorang ballerina belum cukup baik untuk menjadi tutormu?”

“Ah, bukan begitu. Baiklah, aku akan memintamu untuk mengajariku. Setidaknya ajari aku agar kakiku tidak kelu dan kaku saat menari.”

“Park Jiyeon!” panggil Lay secara tiba-tiba.
“Eoh, wae?”
“Menurutku, lebih baik kau turunkan dulu berat badanmu. Setelah itu, kau bisa minta diajari dance. Kalau tubuhmu masih sebesar itu, aku rasa akan sulit untuk melakukan dance.”
“Benarkah?”
Lay mengangguk. Bayangkan saja kau menari dengan tubuh sebesar ini. Untuk tahap awal, kau bisa lari-lari mengelilingi lapangan basket tiap pagi dan malam setiap hari. Setelah itu kau bisa lenturkan anggota tubuhmu dengan melakukan gerakan-gerakan dasar.”

“Waah, kau benar. Daebak!” Gomawo, Lay-ssi,” ucap Jiyeon senang.

Joy turut tersenyum mendengar penuturan dari Lay. Rasa kesalnya pada namja itu sedikit berkurang. Setidaknya memang harus seperti itu.

Malam hari, Joy dan Jiyeon baru saja menyantap makan malam mereka yang terdiri dari sayuran dan buah segar. Perut besar Jiyeon masih merasa lapar karena biasanya dia makan 2 porsi penuh ditambah biskuit setengah kaleng besar setelah makan.

Joy masih menikmati kentang rebusnya. Ia tampak sangat menyukai jenis umbi yang satu itu.

“Sudah berapa lama kau makan kentang seperti itu?” tanya Jiyeon yang tak berkedip sekali pun saat menatap Joy yang tengah asyik menghabiskan kentang rebusnya.

“Entahlah. Aku sudah lupa. Yang pasti sudah sangat lama. Seorang ballerina harus memiliki tubuh ramping dan berat tidak berlebih. Jika berat bertambah maka tak ada seorang pun yang tidak menggunjingkanmu. Semua pasti akan mengolok, mengejek, atau apapun itu.”

“Miris sekali…. Bagaimana denganku? Jika teman-temanmu di Perancis melihatku seperti ini, pasti mereka sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Badanku terlalu besar,” keluh Jiyeon.

“Yaak! Aku bosan mendengar suaramu yang terus menerus mengeluh seperti itu. Setidaknya lakukan sesuatu agar tubuhmu itu mengecil!” seru Joy kesal. “Berulang kali kau mengatakan kalau tubuhmu besar. Semua orang sudah melihatmu. Jadi, kau tidak perlu mengatakan itu terus menerus.”

Tap tap tap!
“Aigoo, angka sepuluh ada di sini….”

Jiyeon dan Joy menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Rupanya Krystal sedang lewat di tempat itu.

“Siapa yang kau sebut angka sepuluh?” tanya Joy tersinggung.

“Tentu saja kalian berdua. Kau angka satu sedangkan dia angka nol. Jadi, kalian bisa disebut angka sepuluh. Menarik, kan?” jawab Krystal angkuh.

Mata indah Joy mendelik kesal. “Apakah kau belum pernah merasakan bagaimana nikmatnya ditampar?”

Krystal tersenyum evil. “Owh, jadi kau ingin menamparku?”

“Dengan senang hati,” jawab Joy singkat.
“Kau berani menamparku?”
“Kenapa tidak? Kau sendiri berani mengejek kami berdua. Kau pikir, siapa dirimu? Kau sama seperti kami. Jangan bertingkah sombong. Karirmu bahkan telah hancur dan sekarang kau ingin menyombongkan diri? Seharusnya kau bercermin dulu. Lihat, siapa dirimu saat ini? Kau adalah siswi Kirin, sama seperti kami,” terang Joy yang tidak ingin dianggap remeh oleh orang lain, apalagi orang itu berasal dari White Class seperti Krystal.

“Omo! Gomawo telah mengatakan semuanya padaku. Tapi aku menganggap semua itu hanya alasanmu untuk menghibur diri karena faktanya kalian tidak bisa apa-apa,” balas Krystal yang tak kalah sinis.

“Tak bisalah kau bersikap baik pada orang lain?” Jiyeon angkat bicara. “Setiap hagsaeng dari kelas kalian menyombongkan diri di depan kami. Apakah kalian sudah merasa tinggi, eoh?”

Krystal semakin kesal menghadapi Jiyeon dan Joy. “Bicara dengan orang dungu memang tidak ada gunanya.”

Plakk!!

Joy berhasil mendaratkan tamparan tangan kanannya pada wajah Krystal, tepatnya di pipi kanan gadis itu yang putih dan mulus.

“Joy!” seru Jiyeon pada Joy.

“Kurang ajar kau!” Krystal menjambak rambut Joy.
Jiyeon melihat dua orang sedang jambak-menjambak di depan matanya. Dia berusaha untuk melerai mereka berdua namun tak berhasil.

“Yaak! Yaak! Ada apa ini?” Taeyong datang bersama Yoon Eun Hye. Mereka langsung membantu Jiyeon melerai Joy dan Krystal.

Rambut Joy dan Krystal tampak berantakan. Mereka berdua menjambak rambut lawan sekuat mungkin.

“Aku belum puas menghajar gadis itu!” seru Joy yang sudah kesal tingkat akut. “Tunggu penampilan kami. Di Showcase yang pertama, akan ku tunjukkan siapa yang patut menjadi bintang sesungguhnya!” tambah Jiyeon spontan. Ia tidak sadar telah mengatakan hal itu pada Krystal. Emosinya yang memuncak, memaksanya untuk menantang gadis sombong itu.

Asrama laki-laki tampak sepi. Tak ada kegiatan sama sekali di koridor, kamar, maupun aula yang biasanya menjadi tempat berkumpul mereka. Hari ini adalah hari yang melelahkan, pantas saja para hagsaeng sudah terkapar di atas ranjang mereka masing-masing. Itulah penyebab sepinya asrama laki-laki.

Jreeng!!
Bunyi gitar masuk ke dalam ruang dengar Lay yang tengah mengantuk berat. Ia menutup kedua telinganya rapat-rapat dengan bantalnya.

Jreeng!!

“Yaak! Tidurlah! Jangan berisik! Kau tidak lihat temanmu sedang tidur, eoh?” keluh Lay yang kesal dengan perbuatan Taeyong.

“Aku sedang galau,” jawab Taeyong lesu.
“Masih muda sudah sering galau. Mau jadi apa kau?” gerutu Lay lirih namun masih dapat didengar oleh Taeyong.
“Hyung! Aku ingin minta pendapatmu. Jika kau menjadi Henry Lau, maukah kau mengajar di Kirin sebagai guru musik?”
“Shireo! Aku tidak akan mau mengajar di Kirin selama di sana masih ada hagsaeng bernama Lee Taeyong. Sudahlah, mataku sudah tak sanggup lagi terbuka untuk meladenimu. Kalau kau ingin bermain gitar, kenapa tidak memainkannya di ruang laundry atau di lapangan? Berisik sekali.” Lay kembali menata posisinya agar nyaman dalam mengarungi lautan mimpi malam ini.

Taeyong mendesah kesal. Kenapa rasanya tidak mengasyikkan? Sekolah Seni Kirin adalah sekolah unggulan yang telah menciptakan bintang-bintang terkenal. Tapi kenapa sampai saat ini suasana sekolahnya sama sekali belum terasa nyaman. Para hagsaeng pun masih banyak yang senang berselisih, termasuk dirinya sendiri. Apakah itu yang dialami oleh angkatan Go Hye Mi dan Sun Hye Song dulu?

“Bagaimana aku bisa tidur kalau pikiranku jalan-jalan seperti ini?” lirihnya seraya meraih bantal dan menatanya senyaman mungkin.

Pagi ini, Joy dan Jiyeon harus melaksanakan misi mereka yakni menurunkan berat badan. Mereka berdua harus berhasil menurunkan berat badan agar kelihatan langsing. Bagi Joy, diet sangat mudaj karena tubuhnya memang sudah rampong. Namun tidak bagi Jiyeon. Dia harus berusaha ekstra untuk dapat menurunkan berat badannya. Berat badan yang berlebihan itu telah menjadi momok bagi dirinya sendiri.

Jiyeon dan Joy lari-lari pagi saat semua hagsaeng masih asyik berpetualang dalam dunia mimpi mereka. Kedua gadis ini sengaja melakukannya pada pagi buta agar tak banyak ada yang melihat mereka berlari mengitari lapangan basket hanya untuk diet. Jika ada yang melihat mereka, dapat dipastikan bahwa kabar itu akan tersebar luas ke segala penjuru sekolah. Alhasil, mereka berdua akan menanggung malu terutama Jiyeon yang notabennya berbadan super gemuk.

Setelah mengawali hari ini dengan berlari-lari, Jiyeon kembali ke asrama guna membersihkan diri lalu sarapan. Perutnya sudah keroncongan. Seperti yang telah ditentukan oleh Joy, pagi ini Jiyeon akan menyantap sedikit nasi, sedikit daging, sayur dan segelas susu. Tubuh memerlukan asupan gizi yanh cukup di pagi hari. Jadi, menu makanannya lumayan menggugah selera makan seorang Park Jiyeon.

“Ingat! Kau hanya boleh makan makanan yang telah aku tentukan kemarin. Kau tidak ingin mengecewakanku, kan?”

Jiyeon menggeleng. “Tentu saja tidak. Aku akan menuruti kata-katamu, Joy.”

Bruukk!!
“Auw!” rintih Jiyeon. Seorang hagsaeng menabraknya saat sedang berlari ke ruang aula.
“Benar-benar tidak sopan!” gerutu Joy kesal. “Jiyeon-a, kau lihat ada apa di sana?” Joy menunjuk aula yang semakin lama dipenuhi oleh banyak hagsaeng.
“Entahlah, aku juga tidak tahu. Ayo kita ke sana!” ajak Jiyeon yang langsung menggandeng lengan Joy. Mereka berdua ikut-ikutan para hagsaeng masuk ke aula besar itu.

“Semuanya cepat berkumpul dan dengarkan pengumumannya baik-baik!” Suara Jea menggelegar memenuhi aula besar itu. Jea berdiri di atas panggung yang terdapat di aula utama dan memegang sebuah microphone sebagai pengeras suara.

Sesuai dengan perintah Jea, para hagsaeng berkumpul di depan panggung dan menanti pengumuman yang akan diumumkan oleh pihak sekolah. Banyak yang bertanya-tanya mengenai pengumuman itu.

“Aku berani taruhan kalau pengumumannya pasti menyangkut para hagsaeng White Class,” kata seorang hagsaeng tingkat 2 yang masuk ke dalam kelas biasa.

“Ya, pasti hanya pengumumaan sampah yang mereka umumkan. Kalau begitu, lebih baik mereka umumkan saja di dalam White Class. Apa gunanya mengumumkan di sini?”

Jiyeon kesal mendengar komentar hagsaeng tersebut. “Yaak! Jea saem belum mengumumkan isi pengumumannya, kenapa kalian sibuk mengomentari dengan komentar yang tidak penting? Dengarkan dulu setelah itu boleh komentar!”

“Heh Gendut! Apa urusannya denganmu? Kau urusi saja makananmu atau cacing di ususmu yang besar itu,” ejek salah seorang hagsaeng.

Srreeekk!!

“Yaaak! Lepaskan!” seru hagsaeng yang kurang ajar tadi.
“Kau belum pernah diajari sopan santun? Apakah aku perlu mengajarimu supaya kau bisa bicara yang santun, eoh? Beraninya kau mengejek Jiyeon! Lihat tubuhmu itu! Kau tidak bahkan lebih buruk dari seekor kuda nil.”

Joy mulai emosi lagi. Gadis itu sangat labil dan kurang dapat mengontrol emosinya. Hagsaeng yang dibentak oleh Joy tadi hanya tertunduk lesu dan malu.

“Jangan bersikap seperti itu. Kau harus bisa lebih lemah lembut,” bisik Jiyeon pada Joy yang menatap Jea di atas panggung.

Kedua bola mata Jea berputar mengelilingi sisi-sisi tulang matanya untuk memperhtikan para hagsaeng yang telah berjejer rapi di depannya. Senyumnya tamlak mengembang saat ia menatap Jiyeon, Joy dan beberapa hagsaeng Black Class lainnya. “Baiklah, aku akan mengumumkannya sekarang. Dengarkan baik-baik karena ini adalah kabar yang bagus untuk kalian semua!”

Mendengar kata ‘kabar yang bagus’ membuat para hagsaeng berbisik-bisik sehingga suara riuh semakin keras.

“Yaak! Diam atau aku tidak akan mengumumkannya?” seru Jea kesal karena hagsaeng-hagsaeng itu tak menghiraukannya. Suara riuh masih terdengar dengan sangat jelas namun Jea tetap akan mengumumkan saat ini juga. “Pengumuman ini ditujukan kepada kalian semua yang berminat join dalam ajang pencarian bintang sekolah.”

Huuuu!!

Kata-kata Jea hanya disoraki oleh para hagsaeng. Hal ini membuat Jea tambah kesal. “Aku tidak akan mengulangi pengumuman ini lagi. Dalam waktu 50 hari ke depan, Kirin Art School akan mengadakan sebuah event yang membutuhkan partisipsi kalian. 50 hari lagi, kami mengadakan Show Case pertama yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Bukan hanya White dan Black Class. Kalian semua yang berstatus sebagai hagsaeng Kirin harus berpartisipasi dalam show case perdana. Show case ini berbeda dari biasanya. Kali ini setiap penampilan kalian akan dinilai oleh para juri yang sudah berpengalaman. Siapa saja jurinya? Kami akan mengumumkannya seminggu sebelum Show Case.”

Semua hagsaeng terdiam mendengarkan pengumuman yang disampaikan oleh Jea dengan baik. Mereka tidak ingin ketinggalan pengumuman penting ini. Show Case di depan mata. Maka mereka harus berlatih lebih keras agar bisa mendapat nilai yang bagus dari para juri.

“Seonsaengnim! Bolehkah aku bertanya?” Jaebum mengangkat tangannya agar dapat dilihat oleh Jea kalau dirinya ingin bertanya.

“Silahkan, Jaebum-a.”

“Jika kami mendapat nilai yang bagus, apa yang akan kami peroleh sebagai hadiahnya?”

Jea tersenyum. “Itulah yang ingin aku katakan saat ini. Baiklah, kalian pasti penasaran hadiah apa yang akan kalian peroleh jika mendapat nilai yang bagus. Hagsaeng yang mampu mengumpulkn nilai sempurna atau paling tidak nilai mendekati sempurna, akan mendapatkan pengajaran spesial dari para guru spesial yang dengan senang hati akan mengajari kalian sesuai dengan kemampuan dan bakat kalian masing-masing. Guru yang dimaksud adalah Kim Jaejoong JYJ, Henry dan Kyuhyun SJ, Yunho DBSK, Jang Nara, Byul, dan yang terakhir ini adalah seseorang yang sangat spesial. Dia adalah Kim Pil Suk, alumni Kirin yang telah menjadi seorang bintang terkenal.”

Huwaaaa!!
Prok! Prok! Prok!

Suara teriakan para hagsaeng seakan hendak merobohkan aula utama. Semua hagsaeng bersorak senang dengan hadiah yang diiming-imingkan oleh Jea.

“Waaah, daebak! Jika aku bisa mendapat nilai bagus, aku bisa diajaro langsung oleh Henry Lau. Aku tidak sedang bermimpi, kan?” Taeyong terlalu senang karena impiannya belajar dengan Henry akan terwujud dengan syarat dia harus mendapat nilai sempurna atau setidaknya nilai yang bagus untuk Show Case nanti. “Aku pasti akan menaklukkan Show Case!” serunya.

Sama halnya dengan Taeyong, Jiyeon dan Joy sampai berpelukan sangking senangnya. Lay, Sehun, dan Krystal bersikap biasa saja. Mereka seperti tidak tertarik dengan Show Case itu. Bagi Krystal, Show Case itu hanyalah mainan.

‘Aku pasti akan mendapat nilai sempurna,’ batin Krystal diiringi senyuman sinis.

Black Class sedang galau di dalam kelas mereka. Ide Taeyong yang ingin diajari oleh Henry telah kandas karena Henry pasti tidak diijinkan mengajar di Black Class. Dia merupakan salah seorang guru spesial yang disiapkan oleh pihak sekolah untuk hagsaeng yang mampu memperoleh nilai bagus dalam Show Case.

“Jika Henry Lau menjadi guru spesial, lalu siapa yang akan menjadi guru musik di kelas kita?” tanya Jaebum dengan keputus-asaan yang melanda hatinya.

Semua pasang mata tertuju ke arahnya.

“Kalau begitu, kita harus mencari guru lain,” sahut Taryong.
“Apakah sekolah tidak bisa mengusahakannya? Kenapa kita repot-repot mencari guru?” tanya Jiyeon polos.

Kelas hening sesaat hingga akhirnya Lay buka suara.
“Aku yang akan menjadi guru untuk kalian!”
“Mwo?!” seru hagsaeng Black Class serempak.

“Andwae!” Joy menggelengkan kepalanya. “Memangnya kau bisa apa? Kalau hanya pandai bermain alat musik, kenapa bukan Jiyeon saja yang menjadi guru musik?”

“Shireo!” Jiyeon menutup kedua telinganya. Ia tidak ingin mendengarkan lanjutan kata-kata Joy dan ia berharap tidak ada uang mendengarkan usulan Joy.

Lay mendesah agak kesal. Lagi-lagi dirinya harus berselisih paham dengan Joy. Gadis itu ingin dia cekik supaya tidak bertingkah aneh dan tidak bertengkar dengannya lagi.
“Aku bisa bermain piano, gitar, dan biola. Selain itu, aku juga bisa menciptakan lagu. Jika kalian mau, aku akan menunjukkannya pada kalian semua,” kata Lay serius.

“Wow, daebak!” lirih Taeyong yang mulai kagum pada Lay. “Aku setuju! Siapapun guru kita, yang penting harus memiliki kemampuan unggul di bidangnya. Aku tidak keberatan kalau Lay hyung jadi guru kita. Black Class harus bisa menunjukkan kemampuan lebih baik dari White Class!” Semangat Taeyong membara seperti baru saja dibakar dengan kayu bakar satu kubik.

“Tidak bisa!” bentak Kang Chul yang tiba-tiba muncul di depan pintu ruang Black Class.

“Kepala Sekolah….” lirih Joy.

“Dia bukan kepala sekolah Kirin,” sahut Taeyong.

“Yaak! Lee Yaeyong! Apa-apaan kau ini?”

“Tidak ada kepala sekolah yang membagi kelas sesuai dengan keinginan pribadinya,” ketus Taeyong lagi. “Mau apa Anda ke sini?”

Kang Chul tersinggung dan marah melihat perilaku Taeyong. Dia juga ingin menghukum Taeyong karena telah melontarkan pertanyaan dengan tidak sopan. “Apa hakmu bicara seperti itu? Kau tidak ingin berada di sini lagi? Aku bisa pertimbangkan kau keluar dari tempat ini.”

Semua orang yang mendengar pernyataan Kang Chul tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Kang Chul rupanya benar-benar kejam. Tidak ada yang berubah darinya.

“Kepala Sekolah, tolong maafkan Taeyong. Dia hanya emosi. Tidak ada yang serius dalam ucapannya,” pinta Jiyeon pada Kang Chul yang wajahnya sudah merah padam.

“Silahkan kalian urus kelas ini. Aku sama sekali tidak bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada kelas ini. Aku anggap kelas ini tidak ada. Ah, bukan begitu. Aku akan menganggap kelas ini sebagai kelas ilegal.” Kamg Chul membalikkan badan lalu melangkah pergi, meninggalkan hagsaeng Black Class yang berdiri mematung di dalam kelas mereka.

Bruukk!!

Joy terduduk lemas. Ia tidak menyangka kalau akan ada kejadian seperti ini. Airmata perlahan membasahi pipinya yang putih dan mulus.

“Joy, ada apa? Kau baik-baik saja, kan?” Jiyeon mendekati Joy yang tengah menitikkan airmatanya.

“Aku tidak mau seperti ini. Tidak ada yang menghargai semua perjuanganku.”

“Aku menghargai perjuanganmu, Joy. Kita semua saling menghargai. Tolong jangan bersedih.” Jiyeon berusaha untuk menenangkan Joy.

“Sebenarnya aku bisa berdiri di sini karena kabur dari Perancis. Aku meninggalkan sanggar balet dan memilih belajar di sini dengan harapan bisa menjadi bintang seperti Go Hye Mi dan kawan-kawan. Tapi jika hanya dianggap sebagai hagsaeng ilegal, apa yang harus aku lakukan?” Joy menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajahnya yang kelihatan teramat sedih.

“Mari kita lakukan apapun yang bisa kita lakukan. Jangan pedulikan kata-kata si Kang Chul itu!” tegas Lay yang tidak ingin teman-temannya ikut sedih.

Braakkk!!

Seseorang membuka pintu dengan keras dari luar. Yang Jin Man dan Jea yang tengah sibuk menyiapkan data guru spesial, dikagetkan dengan bunyi menggelegar dari daun pintu yang hampir hancur itu.

“Kang Chul-ssi! Ada apa?” tanya Jin Man tanpa meletakkan selembar kertas yang berisi biodata Kim Jaejoong.

Kang Chul menutup pintu yang baru saja ia banting. Tak lama kemudian dia menjejalkan bokongnya di atas sofa, tepatnya di depan meja kerja Jin Man.
Jin Man dan Jea saling pandang. Mereka tidak bisa menebak apa yang ingin disampaikan oleh laki-laki paruh baya yang duduk di atas sofa itu.

“Black Class tidak bisa ikut Show Case!” ketus Kang Chul yang sukses membuat Jin Man dan Jea melongo.

“M, mwo? Ige mwoya?” Jin Man meletakkan kertas biodata milik Jaejoong di atas meja kerjanya. “Apa yang kau bicarakan barusan?”

Kang Chul menatap Jin Man. “Semua hagsaeng Black Class didiskualifikasi dari Show Case. Tak ada seorang pun dari mereka yang bisa mengikuti Show Case!”

Jlegeeerr!!

Seketika itu Jin Man mendadak lesu dan tak bersemangat. “Pasti ada masalah. Katakan! Apa masalahmu dengan mereka? Apakah salah seorang dari mereka telah melakukan kesalahan? Atau mereka semua telah melakukan kesalahan?”

Kang Chul tidak menjawab. Dia bergeming menahan emosinya.

To be Continue…

Last Angel [Chapter 3]

 

The Last Angel 3

Inspired Song:

Black Paradise “B2ast”, Sugar Free “T-Ara”, Hush “Apink”

Main Cast:

Park Jiyeon & Lee Jaehwan (Ken VIXX)

Other cast:

Byun Baekhyun (EXO), Bae Irene (RED VELVET), Lee Junho (2PM), Lee Ahreum, Cha Hakyeon (VIXX)

Genre:

Romance, fantasy, hurt/ comfort

Length: multichapter

Rating: PG – 15

Hepi reading…

Continue reading